BUKEK SIANSU : Seri Kelima - Lanjutan Seri Keempat
karena maklum gurunya sedang berada dala
kedukan dan kepusingan. Pula, Sin Liong sudah biasa meninggalkan pulau
itu mencari tetumbuhan obat, maka
kepergiannya dengan sebuah perahu menunggalkan Pulau Es tidak ada yang
menaruh curiga. Dengan tenaganya yang
amat kuat Sin Liong mendayung perahunya sehingga perahu meluncur amat
cepatnya menuju ke Pulau Neraka. Dia
sudah tahu dimana
letaknya pulau itu, dari keterangan yang diperolehnya
ketika dia bertanya-tanya kepada para
penghuni Pulau Es Bahkan diam-diam pernah pula seorang diri mendayung
perahu mendekati Pulau Neraka ini akan
tetapi hanya melihat dari jauh dan dia merasa ngeri sekali. Pulau itu
dari jauh tampak kehitaman seperti
pulau yang pantas di huni oleh setan dan iblis.Pantainya penuh dengan
batu-batu karang yang runcing dan
tajam, amat berbahaya apalagi kalau ombak sedang besar. Sama sekali tidak
tampak ada penghuninya sehingga ketika
itu Sin Liong menduga-duga bahwa orang-orang buangan yang dibuang dari
Pulau Es tentu telah tewas di jalan,
tentu tewas di atas pulau itu. Maka dia menentang keras dalam hatinya
kalau melihat di Pulau Es diadakan
pengadilan dan diputusakan hukuman buang ke Pulau Neraka, karena baginya,
dibuang ke Pulau Neraka sama dengan
menghadapi kematian yang mengerikan, baik di dalam perjalanan menuju ke
pulau itu atau setelah berasil
mendarat. Dan kini Swat Hong telah pergi ke Pulau Neraka mewakili ibunya! Dia
kagum dan khwatir. Kagum akan
keberaniannya dan kebaktian sumoinya terhadap ibunya, akan tetapi khawatir
sekali
akan keselamatan sumoinya yang belum
dewasa benar itu. Sumoinya baru berusia empat belas tahun! Biarpun dia
tahu bahwa ilmu kepandaian sumoinya
sudah hebat dan cukup untuk dipakai untuk menjaga diri, namaun betapapun
juga sumoinya itu masih kanak-kanak!
Sin Liong sama sekali tidak ingat bahwa usianya sendiri hanya satu tahun
lebih tua dari pada usia Swat Hong!
Perjalanan dari Pulau Es ke Pulau Neraka melalui lautan yang penuh dengan
gumpalan-gumpalan es yang mengapung di
permukaan laut, gumpalan es yang kadang-kadang sebesar gunung dan
celakalah kalau sampai perahu tertumpuk
oleh gumpalan es menggunung itu yang kadang-kadang bergerak, digerakkan
oleh angin. Celaka pula kalau sampai
terjepit di antara dua gumpalan es yang begitu saling menempel tentu akan
melekat dan membuat perahu terjepit di
tengah-tengah. Akan tetapi, Sin Liong sudah banyak mendengar tentang ini
maka dia tahu pula caranya
menghindarkan perahunya dan tidak mendekat gumpalan-gumpalan es yang berbahaya,
melainkan mencari jalan di celahcelah
yang agak lebar. Kemudian dia tiba di daerah lautan yang penuh dengan
ikan hiu. Ratusan ikan hiu yang hanya
tampak siripnya itu berenang di kanan kiri dan belakang perahunya.
Betapapun juga tinggi ilmunya, ngeri
juga hati Sin Liong karena dia tahu bahwa sekali perahunya terguling,
kepandaianya tidak akan berguna banyak
dalam melawan ratusan ikan buas itu di dalam air! Cepat ia mengeluarkan
bungkusan yang sudah dibawanya sebagai
bekal, membuka bungkusan dan menaburkan sedikit bubuk hitam di kanan
kiri, depan belakang perahunya. Tak
lama kemudian, ikan-ikan hiu itu pergi berenang pergi dengan cepat seperti
ketakutan setelah mencium bau bubukan
hitam yang disebarkan oleh Sin Liong. Pemuda ini sudah mendengar akan
bahaya ikan-ikan buas, maka dia telah
membawa bekal racun bubukan hitam yang sering kali dipergunakan oleh para
penghuni Pulau Es untuk mengusir
ikan-ikan buas di waktu mereka mencari ikan. Beberapa jam kemudian, kembali
dia menghadapi ancaman ikan-ikan kecil
yang banyak sekali jumlahnya, mungkin laksaan. Ikan-ikan besar ibu jari
kaki, akan tetapi keganasannya melebihi
ikan hiu. Ikan-ikan ini bahkan berani menyerang orang di atas perahu
dengan jalan meloncat dan menggigit.
Sekali mulut yang penuh gigi runcing seperti gergaji itu mengenai tubuh,
tentu sebagian daging dan kulit terobek
dan terbawa moncongnya! Apalagi kalau sampai orang jatuh ke dalam air.
Dalam waktu beberapa menit saja tentu
sudah habis tinggal tulangnya dikeroyok laksaan ikan buas ini. Kembali
Sin Liong dengan cepat menyebar obat
bubuk hitam beracun itu dan ikan-ikan kecil itupun lari cerai berai tidak
berani lagi mendekati sampai perahu
meluncur meninggalkan daerah berbahaya itu. Setelah melalui perjalanan yang
amat sulit akhirnya menjelang senja,
sampai juga perahu Sin Liong di pantai Pulau Neraka. Tetapi seperti
dugaannya, pulau itu memang mengerikan
sekali. Hutan yang terdapat di pulau itu amat besar dan liar,
pohon-pohon aneh dan menghitam warnanya
memenuhi hutan yang kelihatannya sunyi dan mati. Namun, dibalik
kesunyian itu Sin Liong merasakan
seolah-olah banyak mata mengamatinya dan maut tersembunyi disana-sini, siap
untuk mencengkram siapa pun yang berani
mendarat! Melihat keadaan pulau ini makin berdebar hati Sin Liong,
penuh kekhawatiran terhadap keselamatan
Swat Hong. Apakah dara itu sudah berasil mendarat? Tentu Swat Hong
dapat mencapai pulau ini, karena dara
itupun tahu jalan ke situ, dan mengerti pula tempat-tempat berbahaya yang
dilaluinya tadi sehingga seperti juga
dia, tentu Swat Hong telah membawa bekal obat pengusir ikan-ikan buas
tadi dengan cukup. Akan tetapi dia
tidak melihat sebuah pun perahu di pantai Pulau Neraka. Apakah ada
penghuninya? Atau semua orang buangan
telah mati terkena racun yang kabarnya memenuhi pulau ini? Karena
khawatir kemalaman sebelum dapat
menemukan Swat Hong, Sin Liong lalu meloncat ke darat dan menarik perahunya ke
atas. Kemudian dia membalik dan
memasuki hutan. Baru saja dia berjalan beberapa langkah, terdengar suara
berdengung-dengung dan entah dari mana
datangnya, tampak ratusan ekor lebah berwarna putih menyambar-nyambar
dan mengeroyoknya! Dari bau yang tercium
olehnya, tahulah Sin Liong bahwa lebah-lebah itu mengandung racun yang
amat jahat maka tentu saja dia terkejut
sekali! Cepat dia lari dari tempat itu, namun lebah-lebah itu mengejar
terus, beterbangan sambil mengeluarkan
suara berdengung-dengung yang mengerikan. Sin Liong cepat menanggalkan
jubah luarnya dan memutar jubah itu di
sekeliling tubuhnya. Dari putaran jubah ini menyambar angin dahsyat dan
lebah-lebah itu terdorong jauh oleh
hawa yang menyambar dari putaran jubah.Sin Liong tidak tega untuk membunuh
lebah-lebah itu maka dia hanya
menggunakan hawa putaran jubahnya untuk mengusir. namun, binatang-binatang
kecil
itu hanya tidak mampu mendekati dan
menyerang tubuh Sin Liong, akan tetapi sama sekali tidak terusir, bahkan
kini makin banyak dan terbang
mengelilingi Sin Liong dari jarak jauh sehingga tidak terjangkau oleh hawa
pukulan jubah. Melihat ini, Sin Liong
kaget. betapapun kuatnya tidak mungkin baginya untuk berdiri di situ
sambil memutar jubahnya semalam suntuk,
bahkan selamanya sampai lebah-lebah itu terbang pergi! Lalu teringatlah
dia akan senjata yang paling ampuh.
Api! Dengan tangan kiri terus memutar jubah melindungi tubuhnya, Sin Liong
lalu mengumpulkan daun kering dan
mencari batu yang keras. Dengan pengerahan tenaganya, dia menggosok dua batu
itu sehingga timbul percikan bunga api
yang membakar daun kering. Diambilnya sebatang ranting kering dan
dibakarnya ranting ini. Benar saja.
Dengan ranting yang ujungnya menyala ini dipegang tinggi di atas kepala,
tidak ada lebah yang berani
mendekatinya. Dia melanjutkan perjalanan, dan terus menerus menyalakan api
diujung
ranting yang dikumpulkan dan dibawanya.
Dapat dibayangkan betapa ngeri hatinya ketika melihat banyak sekali
binatang berbisa di sepanjang jalan.
Ular-ular kecil, kalajengking, lebah-lebah dan sebangsanya merayap-rayap
lari ketika dia datang dengan obor di
tangan. Untung dia membawa ranting bernyala. Semua binatang berbisa itu
takut terhadap api. Andaikata dia tidak
membawa api tentu dia telah dikeroyok oleh binatang-binatang kecil yang
semuanya berbisa itu, dari atas dan
bawah! lebah-lebah itu terus mengikutinya, akan tetapi dari jarak jauh,
terbukti dari suara yang
berdengung-dengung itu masih terus berada di belakangnya. Tiba-tiba terdengar
suara
bersuit panjang dan lebah-lebah itu
beterbangan makin dekat, kembali mengurungnya dan kelihatan seperti marah.
Bahkan ada beberapa yang ekor yang
meluncur dekat sekali, akan tetapi menjauh lagi ketika Sin Liong menggunakan
api di ujung ranting untuk mengusirnya.
Suitan terdengar berkali-kali dan lebah-lebah itu makin marah dan
mengamuk, juga tampak oleh Sin Liong
betapa binatang kecillainya yang banyak terdapat di hutan itu mulai
mendekatinya, namun masih takut-takut
oleh api di ujung ranting. "Siuuuttt..." tiba-tiba tampak benda hitam
menyambar kearah ujung rantingnya.
Maklumlah Sin Liong bawa sambitan yang amat kuat itu bermaksud memadamkan
api di ujung ranting. Tentu saja dia
tidak mau terjadi hal ini, maka cepat ia menari kebawah ranting terbakar
itu dan menggunakan tangan kirinya
menyambar benda yang dilontarkan. Kiranya segumpal tanah hitam! Mengertilah
dia bahwa ada orang yang membokonginya
dan orang itu agaknya yang besuit-suit tadi. Suitan yang agaknya
merupakan perintah kepada
binatang-binatang itu untuk mengeroyoknya! "Haiiii, Saudara penghuni Pulau
Neraka!
Harap jangan menyerang. Aku Kwa Sin
Liong datang dengan maksud baik! Aku hanya mau mencaru Sumoiku di sini!"
Hening sejenak. Suitan-suitan tidak
terdengar lagi dan lebah-lebah itu kembali menjauh, demikian ular, kelabang
dan lain binatang kecil. Terdengar
bunyi tampak kaki menginjak daun-daun kering dan tak lama kemudian muncullah
belasan orang yang bertelanjang kaki,
berpakaian tidak karuan, bermuka menyeramkan itu kotor tidak terawat,
mata mereka merah dan bergerak liar
seperti mata orang-orang gila. Dengan gerakan perlahan, pandang mata penuh
juriga, belasan orang itu menghampiri
dan mengurung Sin Liong. Pemuda itu tersenyum ramah, bersikap tenang dan
mengangkat ranting menyala
tinggi-tinggi untuk memperhatikan wajah mereka. "Harap Cuwi (Anda
Sekalian) sudi
memaafkan kedatanganku yang tiba-tiba
ini. Akan tetapi sungguhnya aku, Kwa Sin Liong, tidak berniat buruk
terhadap Pulau Neraka apalagi terhadap
penghuninya. Aku datang untuk mencari sumoiku yang bernama Han Swat
Hong, yang mungkin sudah mendarat di
pulau ini." Seorang di antara mereka, yang mukanya penuh brewok sehingga
yang tampak hanya matanya dan sedikit
hidungnya, melangkah maju dan menegur, suaranya parau dan kasar. "kau
dari mana?" "Dari Pulau
Es...." Belasan orang itu mendengus dan kelihatan marah sekali. Si Brewok
mengangkat
tinggi senjata golok besarnya dan
membentak, "kalau begitu kau harus mampus!" "Nanti dulu, harap
Cuwi
bersabar." Sin Liong cepat berseru
dan mengangkat tangan kirinya ke atas, "Aku bukan musuh dari Cuwi, sudah
kukatakan bahwa aku datang bukan untuk
bermusuh, mengapa Cuwi hendak membunuhku?" Pada saat itu, muncul pula
lima orang, dan terdengar seruan heran
dari seorang di antara mereka, yang bertubuh tinggi besar, "Ehh,
bukankah ini Kwa-kongcu dari Pulau
Es?" Sin Liong memandang dan merasa girang sekali ketika mengenal orang
itu
yang bukan lain adalah Bouw Tang Kui, penghuni
Pulau Es yang dihukum buang ke Pulau Neraka karena telah mencuri
batu mustika hijau!
"Bouw-lopek!" serunya girang. "Aku datang untuk mencari Swat
Hong yang juga sudah dibuang
ke sini!" "Apa??" Bouw
Tang Kui berteriak, lalu berkata kepada Si Brewok yang agaknya menjadi pemimpin
rombongan itu. "Dia adalah seorang
yang telah membelaku, membela Lu Kiat dan Sia Gin Hwa ketika dijatuhi
hukuman buang. Dia seorang pemuda yang
tak setuju dengan hukum di Pulau Es, biarpun dia adalah murid Raja Han
Ti Ong sendiri."
"Apa...??" Mereka kelihatan terkejut mendengar ini.
"Muridnya...?" "Benar," jawab Bouw Tang
Kui. "Dan kita bukanlah
lawanya." Si Brewok meragu. "Kalau begitu, kita bawa dia kepada To-cu
(Majikan Pulau)!"
Bouw Tang Kui melangkah maju.
"Harap Kongcu menurut saja kami hadapkan kepada To-cu sehingga Kongcu
dapat
bicara sendiri dengannya." Sin
Liong mengangguk. Memang menghadapi orang-orang kasar ini akan berbahaya sekali
karena mereka sukar diajak bicara.
Kalau dia dapat bicara dengan Majikan Pulau yang tentu merupakan tokoh yang
paling pandai, dia akan dapat minta
keterangan apakah Swat Hong telah berada di pulau itu. Dia mengangguk dan
beberapa orang penghuni Pulau Neraka
lalu menyalakan obor. Sin Liong sendiri membuang rantingnya, mengenakan
lagi jubahnya dan mengikuti rombongan
belasan orang itu memasuki hutan. Di sepanjang jalan dia melihat
tempat-tempat berbahaya, lumpur-lumpur
yang tertutup rumput tinggi, pasir-pasir berpusing yang dapat menyedot
apa saja yang menginjaknya, pohonpohon
yang aneh dengan buah-buah yang kelihatan lezat namun dari baunya dia
tahu bahwa buah itu mengandung racun
jahat, dan lain-lain. Benar-benar pulau yang amat aneh dan berbahaya,
fikirnya. Pantas kalau disebut Pualu
Neraka, dan diam-diam dia mencela kekejaman Kerajaan Pulau Es yang
membuang orang-orang bersalah ke tempat
seperti ini. Dari keadaan orang-orang yang menangkapnya ini, hanya Bouw
Tang Kui seorang yang kelihatan masih
normal. Hal ini mungkin karena raksaksa ini baru beberapa bulan saja
dibuang ke sini, sedangkan yang
lain-lain, biarpun dapat mempertahankan hidupnya, namun telah berubah menjadi
orang-orang liar yang agaknya telah
berubah pula watak dan ingatanya! Dan selain menjadi orang-orang yang tidak
normal agaknya mereka telah menguasai
ilmu yang dahsyat dan mengerikan, yaitu ilmu menguasai binatang-binatang
berbisa di pulau itu. Buktinya, biarpun
meraka berjalan di hutan penuh binatang berbisa itu tanpa sepatu tidak
ada seekor pun yang berani menyerang
mereka. Akhirnya dengan menggunakan ketajaman pandang mata dan penciuman
hidungnya Sin Liong maklum bahwa
orang-orang ini telah menggunakan semacam obat yang agaknya digosok-gosokan ke
seluruh kaki mereka sehingga binatang
itu menyingkir begitu mereka mendekat. Tak disangkanya sama sekali,
ketika mereka tiba di tengah jalan, di
situ terdapat tanah lapang yang luas dan tampak sebuah rumah besar,
dikelilingi pondok-pondok kayu
sederhana. lampu-lampu dinyalakan terang dan Sin Liong dibawa ke sebuah ruangan
yang luas di mana telah menanti ketua
pulau itu yang disebut To-co (Majikan Pulau). Ruangan itu luasanya lebih
dari sepuluh meter persegi, dikelilingi
banyak orang yang memegang bermacam senjata dan yang sikapnya semua
penuh curiga dan permusuhan, kecuali
Bouw Tang Kui, Sia Gin Hwa, Lu Kiat dan belasan orang lagi yang belum lama
dibuang kesitu sehingga mereka ini
mengenal Sin Liong sebagai murid Han Ti Ong yang selalu baik kepada mereka,
bahkan banyak di antara mereka yang
pernah diobati oleh pemuda ini. "Hayo berlutut di depan tocu!" kata
Si
Brewok sambil mendorong Sin Liong ke
depan. Akan tetapi Sin Liong dengan tenang berdiri di depan To-cu itu dan
memandang penuh perhatian. Orang ini
sudah tua, sedikitnya tentu ada enam puluh tahun usianya. Kepalanya besar
sekali, tubuhnya kurus kecil sehingga
kelihatan lucu, seperti seekor singa jantan yang duduk di kursi! Sepasang
matanya bersinar-sinar, mulutnya
menyeringai. Sebetulnya wajahnya tampan, akan tetapi karena sikapnya yang
ganas itu membuat wajahnya kelihatan
menyeramkan dan menakutkan. Pakaiannya tidak seperti pakaian sebagian
besar penghuni Pulau Neraka yang butut,
melainkan pakaian dari kain yang baru dan bersih. Kursinya terbuat dari
tulang-tulang berukir, dan di kedua lengan
kursinya dihiasi dengan rangka ular dengan moncongnya ternganga
lebar memperlihatkan gigi yang runcing
melengkung. Di sebelah kana ketua Pulau Neraka ini duduk seorang anak
perempuan yang tadinya hampir membuat
Sin Liong salah kira. Anak itu usianya sebaya dengan Swat Hong, seorang
anak perempuan yang cantik dan
tersenyum-senyum, sikapnya kelihatannya gembira dan mungkin karena sebaya maka
kelihatanya mirip dengan Swat Hong. Hampir
saja Sin Liong tadi memanggilnya ketika mula-mula memasuki ruangan.
Ketika melihat betapa pemuda tawanan
itu memandangnnya penuh perhatian, anak perempuan itu tersenyum-senyum.
Melihat Sin Liong tidak mau berlutut di
depannya, kakek itu memandang tajam, kemudia berkata berlahan, suaranya
rendah, "Hemmm, kau tidak mau
berlutut, ya? Hendak kulihat kalau kedua lututmu patah, kau berlutut atau
tidak?"
Berkata demikian, tiba-tiba tangan
kakek itu menyambar sebatang toya dari tangan seorang penjaga, menekuk toya
itu sehingga patah tengahnya dan sekali
dia menggerakan tangan, sepasang potong toya itu menyambar ke arah
kedua kaki Sin Liong! Pemuda itu
terkejut, akan tetapi bersikap tenang. Dia maklum bahwa ketua Pulau Neraka itu
bermagsud menggunakan lemparan tongkat
untuk membikin sambungan lututnya terlepas. Maka dia cepat menggerakan
kedua kakinya, meloncat ke atas,
kemudian setelah melihat kedua toya berkelebat ke bawah kaki dia menggunakan
kedua kakinya menginjak. Sepasang
tongkat pendek itu menancap di atas lantai dan pemuda itu berdiri di atas
kedua ujung tongkat dengan tubuh tegak
dan bersikap seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu! "Waduhhh, dia hebat
sekali, kong-kong (Kakek)!" anak
perempuan yang tadi tersenyum-senyum itu besorak penuh kagum, padahal anak
buah Pulau Neraka memandang marah
karena mengangap bahwa pemuda itu mengejek ketua mereka. "Hebat apa!
Permainan kanak-kanak seperti itu!"
Kakek berkepala besar itu mendengus marah. "Kong-kong juga bisa? Ajarkan
aku kalau begitu!" anak prempuan
itu berkata dengan sikap dan suara manja. "Hushh! Diamlah kau!" kakek
itu
membentak dan sejak tadi matanya tidak
pernah berpindah dari Sin Liong. Dibentak seperti itu, anak perempuan
itu cemberut dan mukanya merah, menahan
tangis. Sin Liong merasa kasihan lalu meloncat turun dan berkata
menghibur, "Adik yang manis,
jangan berduka. Biarlah kalau ada kesempatan aku akan mengajarkannya
kepadamu."
Anak perempuan itu memandang Sin Liong
dengan mata terbelalak, kemudian lenyaplah kemuraman wajahnya yang manja
menjadi berseri-seri kembali.
"Orang muda yang bersikap dan bermulut lancang! Siapa engkau yang
mengandalkan
sedikit kepandaian untuk mengacau Pulau
Neraka?" Kakek itu membentak, menahan kemarahannya karena dia merasa
direndahkan sekali ketika serangan
sepasang tongkatnya tadi gagal dan dihadapi oleh pemuda itu secara luar
biasa. Sin Liong cepat memberi hormat dengan
menjura dalam-dalam, kemudian dia berkata dengan suara tenang,
"Harap To-cu suka memaafkan
kedatanganku ke Pulau Neraka ini. Seperti telah kukatakan kepada semua penghuni
Pulau Neraka kedatanganku sama sekali
tidak mengandung niat buruk atau hendak bermusuhan. Aku bernama Kwa Sin
Liong dan ...." "Dia murid
Han Ti Ong!" tiba-tiba Si Brewok berkata lantang. Ucapan ini disambut
dengan suara
berisik dari semua oang yang berada di
situ karena mereka sudah menjadi marah sekali. Semua orang yuang berada
disitu adalah orang-orang buangan dari
Pulau Es, semenjak raja pertama sehingga sudah tinggal disitu selama
tiga keturunan, ada orang buangan baru
dan ada pula yang merupakan turunan dari orang-orang buangan lama, akan
tetapi kesemuanuya mempunyai rasa benci
dan dendam pada satu nama, yaitu Pulau Es! Maka begitu mendengar pemuda
tampan dan tenang ini adalah murid Han
Ti Ong, raja terakhir dari Pulau Es, dapat dibayangkan kemarahan hati
mereka. Dengan pandang mata mereka yang
liar mereka hendak mencabik-cabik dan membunuh pemuda itu yang
dianggapnya seorang musuh besar, dan
andaikata mereka itu tidak takut kepada ketua mereka, tentu mereka telah
menyerbu untuk melaksanakan niat yang
terbayang dalam pandang mata mereka itu. "Akan tetapi dia selalu
menentang Han Ti Ong, menentang
pembuangan ke Pulau Neraka!" terdengar suara beberapa orang membela, yaitu
suara Bouw Tang Kui, Lu Kiat, Sia Gin
Hwa dan beberapa orang buangan baru yang lain. "Bunuh saja dia!"
"Seret
murid Han Ti Ong!" "Jadikan
dia mangsa ular!" Kakek bekepala besar itu mengangkat kedua lengannya ke
atas dan
membentak, "Diam...!!" Sin
Liong kembali terkejut. Ketika mengeluarkan suara bentakan tadi ketua Pulau
Neraka
agaknya telah mengerahkan khikangnya
sehingga dia sendiri yang berdiri di depan kakek itu merasa betapa kedua
kakinya tergetar! Mengertilah dia bahwa
ketua Pulau Neraka ini benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi dan
tahulah dia bahwa dia telah memasuki
sarang naga dan berada dalam keadaan terancam. Namun Sin Liong tidak
merasa takut sedikitpun juga karena dia
merasa bahwa dia tidak melakukan suatu kesalahan terhadap mereka ini.
Maka kembali dia menjura kepada ketua
Pulau Neraka sambil berkata, "To-cu, sekali lagi kujelaskan bahwa
kedatanganku ini sama sekali tidak
mengandung niat buruk dan kalau tidak ada perlu sekali pasti aku tidak akan
berani menginjakan kaki ke pulau ini.
Aku datang untuk mencari Sumoiku yang bernama Han Swat Hong puteri
Suhu....." Sin Liong menghentikan
kata-katanya karena teringat bahwa dia telah kelepasan bicara, akan tetapi
karena sudah terlanjur maka tak mungkin
kata-kata itu ditariknya kembali. "Putera Han Ti Ong...??" Ketua
Pulau
Neraka berseru keras sekalli sampai
mengagetkan semua orang. "Kau mencari puteri Han Ti Ong di sini?" Sin
Liong
berkata, "Benar, To-cu. Karena aku
menduga bahwa dia berada di sini maka aku menyusul ke sini." "Tangkap
puteri
Han Ti Ong!" "Bunuh
dia!" "Gantung puterinya!" Kini Sin Liong mengangkat kedua
lengannya dan sambil menggerakan
khikangnya dia beseru, "Harap Cuwi
diam!" Dan diamlah semua orang. Di antara meraka yang memiliki kepandaian
tinggi, termasuk ketua Pulau Neraka,
kagum sekali karena orang muda yang belum dewasa benar ini ternyata
memiliki kekuatan khikang yang amat
hebat! "Harap Tocu tidak salah sangka. Puteri Han Ti Ong itu juga menjadi
orang buangan." Ucapan Sin Liong
ini tentu saja mengejutkan dan mengherankan hati semua orang sehingga mereka
tidak dapat mengeluarkan kata-kata
melainkan hanya memandang kepada SinLiong dengan mata terbelalak. "Kau
bohong!" Kakek berkepala besar itu
menghardik. "Mana mungkin Han Ti Ong membuang puterinya sendiri ke Pulau
Neraka?" "Agaknya Tocu telah
mengerti akan kerasnya peraturan hukum di Pulau Es, dan sebetulnya yang
dianggap
melanggar hukum adalah istri suhu
sendiri, istri tua, yang aku yakin hanyalah karena fitnah belaka. Suhu telah
menjatuhkan hukuman kepada Subo, dan
Sumoi lalu mewakili ibunya untuk membuang diri ke Pulau Neraka, maka aku
menyusul ke sini untuk mengajaknya
pulang ke Pulau Es." Tiba-tiba ketua Pulau Neraka tertawa bergelak,
tertawa
penuh kegembiraan sampai kedua matanya
mengeluarkan air mata! "Huah-ha-ha-ha! Ha-ha-ha, betapa lucunya! Rasakan
kau sekarang Han Ti Ong, Raja keparat!
Rasakan kau betapa perihnya orang tertimpa kesengsaraan karena keluarga
berantakan. Haha- ha!" Semua orang
yang melihat dan mendengar kata-kata ketua Pulau Neraka ini, kontan
tertawa-tawa semua, mentertawakan Raja
Pulau Es! Biarpun mereka belum sempat membalas dendam kepada Raja Pulau
Es, mendengar nasib buruk Raja itu
sudah merupakan hiburan besar yang amat menyenangkan hati mereka. Hanya anak
perempuan itu saja yang tidak ikut tertawa
karena dia agaknya tidak mengerti apa-apa, dan pada saat itu dia
hanya saling pandang dengan Sin Liong
yang juga terheran-heran. "Hei, Kwat Sin Liong! Betapa baiknya ceritamu,
akan tetapi aku masih belum percaya
kalau tidak melihat sendiri peteri Han Ti Ong datang ke pulau ini. kita
tunggu dan lihat saja. Setelah aku
melihat puteri Han Ti Ong berada di pulau ini, barulah kita akan bicara
lagi. Tangkap dia dan masukan dalam
kamar tahanan sambil menanti munculnya puteri Han Ti Ong!" Si Brewok dan
beberapa orang yang agaknya menjadi
pembantu utama ketua Pulau Neraka sudah melangkah menghampiri Sin Liong
dengan sikap mengancam. Pemuda ini
maklum bahwa tidak ada jalan lain kecuali menyerah sambil menanti munculnya
Sumoinya karena sebelum dia bertemu
degnan Sumoinya, melawan hanya akan menimbulkan permusuhan yang tidak ada
artinya saja. Maka dia mengangkat kedua
tangannya dan berkata, "Aku tidak akan melawan, kecuali kalau kalian
menggunakan kekerasan. Aku menyerah dan
mau menanti di kamar tahanan sampai Sumoiku muncul." Melihat sikap
tenang dan ucapan yang berwibawa ini,
belasan orang yang mengurung Sin Liong dengan sikap mengancam tadi
kelihatan ragu-ragu. Akan tetapi Sin
Long lalu melangkah ke depan dan berkata, "Marilah bawa aku ke kamar
tahanan." "Jangan ganggu dia,
biar dia mengaso di kamar tahanan dan layani baik-baik sampai puteri Han Ti Ong
mucul. kalau dia membohong, hemm, baru
kita akan berpesta membunuhnya!" Ketua Pulau Neraka berkata sambil
terkekeh-kekeh karena hatinya senang
sekali mendengar betapa Han Ti Ong sampai membuang istrinya sendiri ke
Pulau Neraka, kemudian puterinya malah
membuang diri ke Pulau Neraka. Biarpun dia belum percaya benar akan
cerita ini sebelum dia menyaksikan
buktinya, namun berita itu saja sudah mendatangkan rasa senang di dalam
hatinya. Dengan sikap gagah dan tenang
sekali Sin Liong digiring ke dalam kamar tahanan, diikuti oleh pandang
mata penuh khawatir dari anak perempuan
tadi. Setelah rombongan itu lenyap, anak perempuan itu mencela ketua
Pulau Neraka, "Kong-kong kenapa
dia ditahan? Dia luar biasa, berani dan pandai sekali!" "Hushh! Dia
orang Pulau
Es, dia murid Han Ti Ong, karena itu dia
adalah musuh kita. Mengerti?" Anak perempuan itu cemberut, lalu
meninggalkan kakek itu sambil
bersungut-sungut sedangkan kakeknya tertawa bergelak dengan hati senang. Dia
lalu
memberi isyarat memanggil seorang
kepercayaannya, lalu berbisik-bisik sambil tersenyum-senyum. Pembantunya juga
tertawa, mengangguk-anguk lalu pergi.
Kakek ini, ketua Pualu Neraka yang memiliki kepandaian tinggi, sama
sekali tidak curiga kepada cucunya sendiri,
tidak tahu bahwa cucunya itu tadi menyelinap dan mendengarkan
perintah yang dia berikan kepada orang
kepercayaannya. Sin Liong adalah seorang pemuda yang tidak pernah
mempunyai prasangka buruk terhadap
orang lain. Dia belum banyak mengenal kepalsuan watak manusia dan biarpun
terhadap orang-orang Pulau Neraka, dia
tetap menaruh kepercayaan. Maka diapun percaya penuh akan kata-kata
ketua Pulau Neraka dan dengan suka rela
dia menyerahkan diri, tidak melawan ketika digiring memasuku kamar
tahanan! Setelah berada di dalam kamar
di bawah tanah yang sempit itu, dengan jendela dan besi dari baja, dan
ruji baja yang kuat memenuhi jendela
sebagai jalan hawa, dia segera duduk besila. Dia tak menaruh khawatir akan
keadaan dirinya, akan tetapi dia merasa
gelisah mengapa sumoinya belum tiba di Pulau Neraka? Dia percaya bahwa
ketua Pulau Neraka tidak membohonginya.
Kalau benar bahwa Swat Hong telah berada di Pulau Neraka, tentu tidak
seperti ini sikap mereka terhadap
dirinya. Kalau begitu, jelas bahwa Sumoinya belum tiba di Pulau Neraka,
padahal telah berangkat lebih dahulu.
Ke manakah perginya sumoinya itu? Tengah malam telah lewat dan keadaan
sunyi sekali dalam kamar tahanan itu.
Tidak ada penjaga di luar pintu atau jendela, akan tetapi dia tahu bahwa
di pintu masuk lorong tahanan itu
terdapat beberapa orang penjaga yang selalu siap dengan senjata di tangan.
Tiba-tiba dia mendengar suara wanita
yang marah-marah di sebelah luar dan suara para penjaga ketakutan. "Kalian
berani melarangku masuk?"
terdengar suara wanita itu. "Nona, tahanan ini adalah orang penting!
dan...." "Dan
kauanggap aku bukan orang penting?
Kaukira aku mau apa? Aku mau mengejeknya dan memakinya, dia adalah musuh
besarku. Apakah kau berani melarangku?
Coba kau melarang dan aku akan mengatakan kepada Kong-kong bahwa kalian
berani kurang ajar kepadaku hendak
menggodaku, aku mau melihat apakah kepala kalian masih akan menempel di
leher!" "Ah, tidak... bukan
begitu...." "Maafkan, Nona...." "Silahkan masuk,
silahkan;;;;" "Awas kalau ada yang
mengikuti aku dan mengintai, berarti
dia mau kurang ajar dan akan kuberitahukan kepada Kong-komg!" Sin Liong
sudah menduga siapa wanita yang bicara
di luar dan ribut-ribut dengan para penjaga itu, akantetapi begitu dara
itu muncul di bawah sinar lampu di luar
ruji jendelanya, hampir saja dia berteriak memanggil karena mengira
bahwa Swat Hong yang muncul itu. Di bawah
sinar lampu yang tidak begitu terang memang gadis cucu ketua Pualu
Neraka ini hampir sama dengan Swat
Hong. Setelah melihat jelas bahwa yang datang adalah cucu ketua Pulau Neraka
dan mengingat akan kata-kata gadis ini
di luar tadi bahwa kedatangannya dengan niat mengejek dan memakinya, Sin
Liong tetap duduk bersila dan bahkan
memejamkan matanya, pura-pura tidur. "Ssssttt..." Sin Liong tidak
menjawab, bergerak sedikitpun tidak. Perlu
apa melayani seorang bocah yang hanya datang hendak mengejek dan
memakinya? Demikian pikirnya sungguhpun
hatinya terasa tidak enak juga harus mendiamkan saja orang yang susah
payah datang sampai ribut mulut dengan
para penjaga. Tentu akan kecewa hatinya, pikir Sin Liong dan diam-diam
dia mengintai dari balik bulu matanya
yang direnggangkanya sedikit. "Pssstttt... kau tidak tidur, bulu matamu
bergerak-gerak, jangan kautipu
aku...." anak perempuan itu berkata lagi dengan suara bisik-bisik dan
meruncingkan bibirnya di antara
ruji-ruji jendela. Sin Liong menarik napas panjang dan membuka matanya.
"Hah,
kau boleh mengejek dan memaki sesukamu,
kemudian pergilah agar aku dapat mengaso benar-benar," katanya.
"Hi-hik!" Gadis itu menahan
ketawanya, menutupi mulutnya yang kecil. "Kiranya engkau sama bodohnya
dengan para
penjaga itu, percaya saja apa yang
kukatakan apa yang kukatakan di luar tadi!" Sin Liong bangkit berdiri dan
menghampiri jendela kamar tahanan.
Mereka saling berhadapan dan saling pandang melalui ruji-ruji jendela.
"Apa
yang kaumaksudkan, Nona?" Mulut
yang tersenyum itu kini cemberut dan terdengar suaranya manja, "Kau tadi
menyebutkan Adik yang manis. Mengapa
sekarang menjadi Nona? kau benar pandai mengecewakan hati orang!" Mau
tidak mau Sin Liong tersenyum. Bocah
ini manja dan lincah, mengingatkan dia kepada Han Swat Hong. Banyak
persamaan antara kedua orang perempuan
itu. "Baiklah, Adik yang manis. sebenarnya, mau apa kau datang ke sini
kalau bukan untuk mengejek dan memaki
aku yang dianggap musuh oleh kakekmu?" "Aku datang untuk
bercakap-cakap."
"Hemm, waktu dan tempatnya tidak
tepat untuk bercakap-cakap. Aku adalah seorang tahanan dan engkau adalah cucu
To-cu di sini, tempat ini di kamar
tahanan yang kotor dan sempit dan sekarang sudah lewat tengah malam. Harap
engkau kembali ke kamarmu dan tidur
yang nyenyak. jangan-jangan kau akan dimarahi Kong-kongmu." "Aku
tidak
takut! Aku sengaja datang ke sini untuk
bercakap-cakap denganmu. Siapa berani melarangku?" Sikapnya menjadi
galak, matanya bersinar-sinar dan Sin
Liong menarik napas panjang. Sejak lama dia memperoleh kenyataan betapa
ganjilnya watak wanita. Dia melihat
watak-watak yang aneh dan sukar dimengerti yang dilihatnya pada diri Sia
Gin Hwa yang menyeleweng dari suaminya,
berjinah dengan Lu Kiat, pada diri Liu Bwee ibu Swat Hong yang tadinya
periang lalu berubah pemurung dan
berhati begitu sabar dan mengalah terhadap suaminya yang menyakitkan hatinya,
pada diri The Kwat Lin yang juga amat
berubah setelah menjadi istri raja, pada diri Swat Hong yang telah nekad
membuang diri ke Pualu Neraka, dan kini
dia berhadapan dengan seorang gadis yang juga berwatak aneh sekali.
"Baiklah, jangan marah karena
tidak ada yang melarangmu di sini. Kalau kau ingin bercakap-cakap, nah,
bercakaplah dan aku akan
mendengarkan." Gadis itu melongo. "Bercakap apa?" Diam-diam Sin
Liong merasa geli.
Benar-benar seorang gadis yang masih
seperti kanak-kanak dan mungkin semua sikapnya tadi, ketika bergembira dan
ketika marah, tidaklah setulusnya hati
maka demikian mudah berubah. "Bercakap apa saja sesukamu, misalnya siapa
namamu, siapa pula nama Kong-kongmu dan
keadaan di pulau ini dan lain-lain." Wajah itu berseri kembali, gembira
setelah ingat bahwa sesungguhnya banyak
sekali bahan untuk dibicarakan. "Namaku Soan Cu, Ouw Soan Cu...."
"Namamu indah." Sin Liong
memuji untuk menyenangkan hatinya. Dan memang hati Soan Cu senang sekali
mendengar
pujian ini. "Benarkah? Benarkah
namaku indah?" Dengan penuh gairah dia lalu menceritakan riwayatnya secara
singkat. Ketua atau Majikan Pulau Neraka
itu bernama Ouw Kong Ek bukanlah seorang buangan dari Pulau Es,
melainkan keturunan orang buangan yang
semenjak ratusan tahu menjadi ketua di situ karena memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Kakek dari Ouw Kong
Ek, seorang buangan dari Pulau Es yang berilmu tinggi, adalah seorang
pertama yang menjadi "Ketua"
di Pulau Neraka, kemudian menurunkan kedudukan ini kepada anaknya sampai kepada
Ouw Kong Ek. Ouw Kong Ek sendiri
mengambil seorang buangan dari Pulau Es, seorang bekas pelayan permaisuri Raja
Pulau Es yang dijatuhi hukuman buang
karena fitnah dan sesungguhnya dia tidak mau melayani seorang pangeran
yang tergila-gila kepadanya, menjadi
istrinya mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Ouw Sian Kok. Akan
tetapi istrinya meninggal dunia ketika
Ouw Sian Kok menikah dengan seorang gadis Pulau Neraka dan Ketua Pulau
Neraka ini tinggal menduda. Dia
mencurahkan pengharapanya kepada putera tunggalnya yang mewarisi semua ilmunya
dan yang diharapkan kelak akan
menggantikan kedudukanya kalau dia sudah mengundurkan diri. Namun nasib buruk
menimpa keluarga Ouw. Ketika istri Ouw
Sian Kok melahirkan seorang anak, yaitu Soan Cu, ibu muda ini meninggal
dunia. Ouw Sian Kok demikian berduka
sehingga ingatannya terganggu, menjadi gila dan melarikan diri dari Pulau
Neraka, tak seorangpun tahu kemana
perginya orang gila itu. "Demikianlah riwayatku yang tidak
mengembirakan,"
Soan Cu mengakhiri ceritanya. Sejak kecil aku tidak pernah melihat wajah
ibu dan ayahku. Ayah sampai sekarang
tidak pulang dan tidak ada yang tahu
berada di mana. Aku dipelihara dan dididik oleh Kong-kong yang
mengharapkan kelak aku menggantikan
kedudukan ketua di sini. Akan tetapi aku tidak sudi!" "Mengapa tidak
suka,
Soan Cu?" "Siapa sudi
mengurusi orang-orang gila itu! Mereka semua gila dan jahat, karena itu aku
suka kepadamu
Sin Liong. Engkau lain dari pada mereka,
engkau berani dan baik. Maka aku datang untuk menolongmu. Ketahuilah,
sebentar lagi, kalau kau dikira sudah
tidur, engkau akan dibunuh!" Sin Liong terkejut akan tetapi tetap
bersikap tenang. "Benarkah?
Mengapa aku dibunuh? Bukankah Kongkongmu berjanji bahwa kita akan berjanji akan
menunggu sampai Sumoiku tiba di Pulau
Neraka?" "Uhh, kau percaya kepada Kong-kong! Hmm, dia hanya
membohong."
"Ah, mengapa begitu? Sebagai
seorang ketua tidak sepatutnya kalau dia menipu." "Membohong dan
menipu merupakan
pebuatan yang menguntungkan dan bahkan
dianggap baik dan layak di sini! itu adalah tanda dari kecerdikan
seseorang!" "Pantas kau tadi
pun membohongi penjaga." Sin Liong mencela. "Memang, kalau tidak
membohong, mana
bisa masuk dengan mudah? Dan kau tentu
akan celaka kalau akau tidak membohong." "Hmmm..., alasan dicari-cari
dan ngawur. Jadi mereka hendak
membunuhku? Mudah saja, apa dikira aku begitu mudah dibunuh?" "Kau
tidak tahu
kecerdikan Kong-kong, Sin Liong. Kalau
digunakan kekeras, agaknya kau akan melawan dan sudah melihat kau tadi
sudah lihai. Akan tetapi, mereka akan
mengerahkan binatang-binatang berbisa untuk mengeroyokmu dan membunuhmu
di kamar sempit ini! Kalau segala macam
ular, kalajengking, kelabang, lebah dan lain binatang berbisa itu
datang memenuhi tempat ini dan
mengeroyokmu, apa yang akan dapat kaulakukan untuk menyelamatkan diri?"
"Hemm,
aku akan berusaha membela diri, kalau
aku gagal, aku akan mati dan habis perkara. tidak ada hal yang
menggelisahkan hatiku." "Kau
sombong! Kau tidak minta tolong kepadaku?" "Andaikata aku minta
tolong juga, kalau
kau tidak mau menolong, apa artinya?
Tanpa kuminta sekalipun, kalau kau mau menolong, bagaimana caranya?
Sudahlah, kau hanya akan menyusahkan
dirimu sendiri saja, Soan Cu. Betapapun juga terima kasih atas
kedatanganmu dan kebaikan hatimu. Kau
seorang dara yang cantik dan baik budi, sayang kau berada diantara
orang-orang liar itu. Pergilah, jangan
sampai kakekmu melihat engkau berada disini." Soan Cu mengeluarkan
sebuah bungkusan. "Inilah yang
akan menyelamatkanmu. Kaupergunakan obat bubuk ini untuk menggosok semua kulit
tubuhmu yang tampak, dan sebarkan
sebagian di sekelilingmu. Tidak akan ada seekor pun binatang berbisa yang
berani datang mendekat, apalagi
menggigitmu. Nah, sebetulnya kedatanganku hanya untuk menyerahkan ini, akan
tetapi kita terlanjur ngobrol panjang
lebar. Selamat tinggal, Sin Liong." Sin Liong menerima bungkusan itu,
mengulurkan tangan dari antara ruji
jendela dan memegang lengan dara itu. "Nanti dulu, Soan Cu." Ada apa
lagi?"
Gadis itu membalikan tubuh dan mereka
saling berpegangan tangan. Hal ini dilakukan oleh Sin Liong karena dia
merasa terharu juga oleh pertolongan
yang sama sekali tidak disangka-sangka itu. "Soan Cu, tahukah engkau apa
yang akan terjadi padamu kalau sampai
Kong-kongmu mengetahui akan perbuatanmu ini?" "Menolong engkau? Ah,
paling-paling dia akan
membunuhku!" "Hemm, begitu ringan kau memandang akibat itu? Soan Cu,
mengapa kau
melakukan ini untukku? Mengapa kau
menolongku dengan mempertaruhkan nyawa?" "Sudah kukatakan tadi. Kau
lain
dari pada semua orang yang kulihat di
pulau ini. Aku suka padamu dan aku tidak ingin mendengar apalagi melihat
engkau mati. Sudahlah, hati-hati
menjaga dirimu, Sin Liong!" Gadis itu meloncat dan berlari keluar. Sin
Liong
berdiri temenung sejenak, kemudian kembali
ke tengah kamar tahanan dan duduk bersila menenangkan hatinya.
Andaikata tidak ada Soan Cu yang datang
memberikan obat penawar dan pengusir binatang berbisa, dia pun tidak
kan gentar dan belum tentu dia akan
celaka oleh binatang-binatang itu, sungguhpun dia sendiri belum mau
membayangkan apa yang akan dilakukanya
kalau serangan itu tiba. Apalagi sekarang ada obat bubuk itu. Dia
teringat betapa penghuni Pulau Neraka
dapat menjelajahi hutan yang penuh binatang berbisa dengan enaknya karena
tubuh mereka sudah memakai obat
penawar. Agaknya inilah obat penawar itu. Dia membuka bungkusan dan melihat
obat bubuk berwarna kuning muda yang
tidak akan kentara kalau dioleskan di kulit tubuhnya. Sin Liong bersila
dan mengatur pernapasan, melakukan
siulian (samadhi) lagi. Pendengarannya menjadi amat terang dan tajam
sehingga dia dapat menangkap suara
mendesis dan suara yang dikenalnya sebagai suara lebah yang datang dari
jauh, makin lama makin mendekat itu.
Tahulah dia bahwa apa yang diceritakan oleh Soan Cu memang tidak bohong.
Sekali ini agaknya anak itu tidak
membohong! Maka dia lalu membuka bungkusan, menggosok kulit tubuhnya yang
tidak tertutup pakaian dengan obat itu.
Mukanya sampai ke leher, tangan dan kakinya, digosoknya sampai rata.
Kemudian sambil membawa bungkusan yang
terisi sisa obat itu, dia menanti. Tak lama kemudian, suara itu menjadi
makin dekat dan tiba-tiba saja munculah
mereka! Diam-diam Sin Liong bergidik juga. Tentu dia akan melompat
kalau saja dia tidak mempunyai obat
penolak itu. Dari bawah pintu, puluhan ekor ular kecil dan kelabang besar,
kalajengking yang besarnya sebesar ibu
jari, merayap dengan cepat memasuki kamar, berlomba dengan lebah-lebah
putih yang beterbangan masuk melalui
jendela. Sin Liong cepat menyebarkan bubuk obat ke sekeliling di atas
lantai, dan menaburkan sebagian ke
atas, ke arah lebah-lebah yang berterbangan. Dia tersenyum kagum melihat
akibatnya. Semua binatang berbisa itu,
dari yang paling kecil sampai yang paling besar, tiba-tiba serentak
membalik saling terjang dan saling
timpa, lari cerai berai meninggalkan kamar. Lebah-lebah putih juga terbang
dengan kacau, menabarak dinding dan
banyak yang jatuh mati, yang sempat terbang keluar jendela saling tabrak
seperti mabok, dan sebentar saja suara
binatang-binatang itu sudah menjauh. Akan tetapi mendadak Sin Liong
meloncat berdiri ketika medengar suara
lain yang membuat jantungnya berdebar,. Suara seorang wanita
memaki-maki, "Iblis kalian semua!
Manusia-manusia gila! Kalau tidak dapat membasmi kalian, jangan sebut aku Han
Swat Hong!" Sin Liong meloncat ke
arah jendela, kedua tangannya bergerak dan terdengar suara keras ketika
ruji-ruji jedela jebol semua. Dia
meloncat dan keluar dari kamarnya, terus berlari keluar melalui lorong.
Setibanya di luar, tampaklah olehnya
Swat Hong berdiri tegak dengan kedua tangan bertolak pinggang, dua orang
anggota Pulau Neraka roboh dan
mengaduh-aduh di bawah sedangkan belasan orang lain mengurung gadis itu. Sin
Liong menggeleng-geleng kepala.
Sumoinya memang galak dan pemberani. Bukan main gagahnya. Dikurung oleh
orang-orang Pulau Neraka itu masih
enak-enak saja, bahkan tidak mencabut pedang, padahal semua yang
mengurungnya memegang senjata.
</P>
<P>
"Heiii! Mundur kalian, jangan
ganggu dia!!" Sin Liong sudah meloncat ke depan. "Kau yang mundur!
Mengapa
ikut-ikut keluar?" Swat Hong
membentak dan memandang Sin Liong dengan mata mendelik. "Ehh? Sumoi...?
Aku hanya
ingin menolongmu." "Siapa
membutuhkan pertolonganmu? kembalilah ke kamar tahananmu itu dengan ...
dengan..."
Akan tetapi Swat Hong tak dapat
melanjutkan kata-katanya karena kini orang-orang Pulau Neraka telah
mengeroyoknya. "Wuuuttt...
siuuuuttt!" Tubuh Swat Hong sudah menyambar ke sana-sini, selain mengelak
dari
serbuan banyak senjata itu, juga untuk
mengirim serangan serangan balasan dengan tangan dan kakinya yang
bergerak cepat sekali. Bukan main
hebatnya Swat Hong yang bergerak cepat dan yang didorong oleh perasaan marah
itu. Dia memang marah, bukan marah
kepada orang-orang Pulau Neraka, melainkan marah kepada... Sin Liong!
Kiranya tanpa diketahui oleh Sin Liong
sendiri, sudah sejak tadi Swat Hong tiba di tempat itu, menggunakan
kepandaiannya menyelundup sehingga
tidak diketahui para penjaga dan dia telah dapat mendengarkan percakapan
antara suhengnya dan Soan Cu. Hatinya
menjadi panas! Dia sendiri tidak tahu akan hal ini, tidak sadar mengapa
dia menjadi tidak senang mendengar
betapa suhengnya bercakap-cakap dengan ramah bersama seorang gadis! karena
itu, niatnya untuk menolong suhengnya
menjadi buyar dan dia hanya menonton saja ketika suhengnya diserbu
binatang berbisa dan dapat menolong
diri dengan obat penolak yang diberikan oleh Soan Cu. Ketika Swat Hong yang
marah menyaksikan ibunya dijatuhi
hukuman buang melarikan diri dari Pulau Es, dara ini segera berlayar
menggunakan sebuah perahu Pulau Es.
Tujuannya memang hendak membuang diri ke Pulau Neraka menggantikan ibunya,
dan terutama hal ini dilakukannya
sebagai protes kepada ayahnya. Akan tetapi karena dia belum pernah pergi ke
pulau tempat buangan itu, dan pula
karena sudah jauh meninggalkan Pulau Es dia mulai merasa gelisah dan ngeri
memikirkan keadaan Pulau Neraka yang
kabarnya amat berbahaya itu, maka dia tersesat jalan, mendarat di
pulau-pulau kosong sekitar Pulau
Neraka. Akhirnya dia melihat dari jauh perahu Sin Liong meluncur di antara
gumpalan-gumpalan es yang menggunung. Dia
merasa heran sekali melihat suhengnya dan merasa khawatir kalau-kalau
suhengnya itu mengejarnya atas suruhan
raja untuk memaksanya kembali ke Pulau Es. Maka diam-diam ia lalu
mengikuti dari jauh sampai akhirnya dia
melihat suhengnya mendarat di Pulau Neraka. Dengan menggunakan
kepandaianya. Swat Hong berhasil pula
mendarat di Pulau Neraka. Dia tidak khawatir akan serangan
binatang-binatang berbisa, karena
sebelum berangkat Swat Hong membawa batu mustika hijau yang dia dapat dahulu
dari ayahnya. Di bagian tertentu di
dasar laut dekat Pulau Es terdapat batu mustika hijau ini yang amat sukar
didapat dan hanya beberapa orang
penghuni Pulau Es saja yang berhasil mendapatkannya. Batu mustika hijau ini
mengandung khasiat yang mujijat
terhadap ular berbisa dan semua binatang berbisa, selalu ditakuti
binatang-binatang itu, juga dapat
dipergunakan untuk mengobati luka terkena gigitan binatang berbisa. Maka,
dengan batu mustika ditangannya, dengan
mudah Swat Hong dapat memasuki Pulau Neraka tanpa mendapat gangguan
sedikit pun dari binatang berbisa yang
hidup di pulau itu. Ketika Swat Hong tiba di tengah pulau, dia sempat
melihat sinar, maka dia menanti sampai
larut malam dan menyelundup ke dalam tempat tahanan, dengan maksud
menolong suhengnya, akan tetapi tanpa
disengaja dia dapat mendengarkan percakapan antara suhengnya dengan Soan
Cu. Inilah yang membuat hatinya menjadi
panas sehingga ketika dia ketahuan para penjaga dan dikroyok, dia
menolak keras bantuan Sin Liong! Tentu
saja Sin Liong menjadi terheran-heran melihat sikap sumoinya dan
memandang dengan alis berkerut dan hati
khawatir. Sudah ada enam orang pengeroyok terguling roboh oleh gerakan
kaki tangan Swat Hong yang marah itu,
padahal dara itu belum mencabut pedangnya. Dapat dibayangkan betapa akan
hebatnya kalau dara itu sudah
menggunakan senjata! "Sumoi, tahan...!" Dia meloncat maju.
"Singgg...! Mundur
kau!" Sin Liong terkejut melihat
sumoinya mencabut pedang! Dan pada saat itu, terdengar bentakan keras,
"Siapakah gadis cilik itu berani
mengacau disini? Ahhh, Kwa Sin Liong, engkau berani lolos dari tempat
tahanan?" Yang datang adalah Ouw
Kong Ek, ketua Pulau Neraka! Tentu saja ketua ini tidak mengenal Swat Hong,
sebaliknya, dara itupun tidak mengenal
kakek berkepala besar ini, maka dia memandang rendah dan membentak,
"Siapa kau? Kalau sudah bosan
hidup, majulah!" Dara itu dengan gerakan gagah melintangkan pedangnya di
depan
dada. Sin Liong cepat melangkah maju.
Dia tahu betapa lihainya kakek ini, maka untuk mencegah pertempuran, dia
cepat berkata, "Tocu, jangan salah
sangka.Dia adalah sumoiku, dia adalah puteri Suhu, Raja dari Pulau Es!"
Semua orang terkejut mendengar ini dan
para pengurung melangkah mundur dengan mata terbelalak. Betapapun juga,
nama Raja Pulau Es masih merupakan nama
ampuh dan selain dibenci, juga amat ditakuti oleh mereka. Tentu saja
sebagai puteri Raja Pulau Es, dara itu
merupakan musuh yang dibenci dan juga ditakuti. Pantas saja dara itu
demikian lihai, pikir mereka. Hati
mereka gentar. Tidak demikian dengan Ouw Kong Ek. Dia memandang Swat Hong
dan tertawa bergelak. "Ha-ha-ha,
jadi dia inikah puteri Raja Pulau Es? Puteri Han Ti Ong? Bagus, hayo tangkap
dia hidup-hidup!" perintahnya
kepada para pembantunya yang segera melompat ke depan. "Tahan dulu!"
Sin Liong
sudah mengangkat tangan kanannya ke
atas. Semua orang, termasuk Ouw Kong Ek sendiri, memandang pemuda ini.
Betapapun juga mereka maklum bahwa
pemuda ini lihai sekali, buktinya penyerbuan binatang-binatang berbisa untuk
membunuhnya di dalam kamar tahanan
telah gagal, bahkan binatang-binatang itu lari cerai berai dan kini pemuda
itu sudah lolos dari dalam penjara.
"Ouw-tocu, seperti sudah kuceritakan kepadamu, biarpun sumoi adalah puteri
Raja Han Ti Ong, akan tetapi ia
menentang Ayahnya dan mewakili Ibunya dihukum ke Pulau Neraka. Dia tidak
memusuhi Pulau Neraka...."
"Ha-ha-ha, apa pun yang kaukatakan, dia tetap adalah puteri Han Ti Ong,
musuh besar
kami. Mana kami dapat percaya kepada
kalian, puteri dan murid Han Ti Ong? Tangkap mereka!" "Nanti dulu,
Tocu!
Mengapa engkau melanggar janji? Aku
sudah mengatakan bahwa kedatanganku ke pulau ini hanya untuk mencari Sumoi
dan ternyata sekarang Sumoi telah tiba
di sini, maka harap Tocu bersikap bijaksana dan membiarkan kami pergi
dari tempat ini." "Hai, Kakek
berkepala besar yang tolol! Kau mudah saja dibohongi Suheng! Kami memang datang
untuk membasmi iblis-iblis di Pulau
Neraka. Nah, kau mau apa?" "Sumoi!" Sin Liong membentak kaget
dan cepat
berkata kepada ketua Pulau Neraka,
"Tocu, jangan dengarkan dia. Agaknya dia telah mengalami tekanan batin
yang
hebat sehingga mengeluarkan kata-kata
kacau balau tidak karuan." Swat Hong mengangkat dada, menegakan kepalanya
dan menghadapi Sin Liong dengan mata
mendelik dan berkata lantang, "Apa? Kau mau bilang bahwa aku telah menjadi
gila?" "Sumoi, kalau kau
bicara seperti tadi, membohong tidak karuan, memang agaknya kau telah gila?"
"Kau yang
gila! Kau yang tidak waras dan berotak
miring! Kalau aku membohongi iblis-iblis ini, apa hubungannya dengan
kau?" Sin Liong benar-benar
menjadi bingung. Biasanya Swat Hong bersikap manis kepadanya dan biarpun dia
tahu
bahwa dara ini berhati keras, akan tetapi
belum pernah bersikap sekeras itu kepadanya. Tiba-tiba muncul Soan Cu
yang berkata kepada kakeknya, suaranya
nyaring sehingga terdengar oleh semua orang. "Kong-kong, apa yang
dikatakan Sin Liong memang benar! Dia
beriktikad baik terhadap kita, Kong-kong. Malam tadi aku datang kepadanya
untuk mengejeknya, akan tetapi dia
sebaliknya malah menunjukkan bahaya maut yang mengancam diriku." Kakek itu
terkejut. "Bahaya maut? Apa maksudmu?"
"Sin Liong ternyata memiliki ilmu pengobatan yang lihai sekali. begitu
melihat aku, dia mengatakan bahwa aku
terserang hawa beracun dari sebelah dalam dan jika tidak diobati dengan
tepat, dalam waktu kurang dari setahun
aku tentu akan mati." "Hahh...??" Kakek itu dan semua
pembantunya
terbelalak kaget memandang dara itu
yang bersikap sungguh-sungguh. "Dan dia memang benar. Dia mengantakan
bahwa
setiap tengah malam aku tentu merasa
pening dan dibagian punggung seperti ditusuk-tusuk jarum, kalau pagi kedua
kaki pegal-pegal dan sehabis makan
tentu merasa mual hendak muntah. Semua yang dikatakanya itu ternyata tepat
sekali, Kong-kong." Berubah wajah
kakek itu. Soan Cu adalah seorang yang amat disayangnya, bahkan disayang oleh
pembantunya karena dara inilah yang
akan mewarisi seluruh ilmu kepandaiannya dan yang akan menggantikannya
menjadi Ketua Pulau Neraka. Tentu saja
mendengar bahwa usia Soan Cu hanya tinggal setahun, dia terkejut bukan
main dan cepat memandang kepada Sin
Liong. Sin Liong sendiri bengong dan terheran-heran. Akan tetapi ketika dia
memandang Soan Cu ketika kakek itu
membalik dan menghadapinya, dia melihat dara itu secara lucu telah
mengejapkan mata kirinya, maka
mengertilah dia bahwa dara itu kembali membohong! Membohong dengan cerdik bukan
main dalam usahanya untuk menolongnya!
"Kwa Sin Liong, benarkah cucuku diancam hawa beracun? Benarkah??"
Melihat sikap Sin Liong meragu, agaknya
sukar bagi pemuda itu untuk membohong maka Soan Cu cepat berkata lagi,
"Kong-kong, dia mengatakan bahwa
dia dapat memberikan obatnya, akan tetapi dia hanya mau memberi obat kalau dia
dan sumoinya dibebaskan dari sini.
Terserah kepada Kong-kong berat aku atau berat mereka itu." Swat Hong
sudah
hampir membuka mulutnya memaki dara itu
yang dia tahu telah membohong. Dia sendiri mendengar percakapan mereka
dan dara itu sama sekali tidak sakit,
bahkan telah memberi obat penolak binatang beracun kepada Sin Liong, dan
menyatakan betapa dara tak tahu malu
itu amat suka dan kagum kepada Sin Liong, maka datang menolongnya.
Sekarang dara itu mengatakan hal yang
bukan-bukan! Akan tetapi, ketika mendengar ucapan terakhir dari Soan Cu,
tahulah dia bahwa dara itu kini
membohong untuk menolong Sin Liong dan dia terbebas dari Pulau Neraka!
Kenyataan ini membuat dia bungkam
kembali. Betapa baiknya dara itu dan betapa akan buruknya dia kalau dia
membongkar rahasia gadis itu. Tentu Sin
Liong akan makin kagum kepada Soan Cu dan makin benci kepadanya.
Pikiran inilah yang membuat dia
membungkam dan tidak melanjutkan niatnya untuk membantah Soan Cu. Hati kakek
itu makin bingung. Lenyaplah semua
nafsunya untuk menawan Sin Liong dan Swat Hong. Dia memandang Sin Liong dan
bertanya, "Orang muda, benarkah
engkau dapat menyelamatkan cucuku?" Kini Sin Liong yang menjadi bingung.
Pemuda
ini sama sekali tidak pernah membohong
dan hatinya tidak akan dapat membohong, namun dia tahu bahwa kalau dia
menyangkal kata-kata Soan Cu, sama saja
mencelakakan gadis yang berniat baik kepadanya itu. Maka dia lalu
menjawab dengan suara ragu-ragu dan
perlahan, "Aku dapat memberi obat pembersih darah dan penguat tulang
kepadanya, Tocu." "Dan kau
menjamin bahwa cucuku tentu akan sembuh dan terhindar dari ancaman maut hawa
beracun
di tubuhnya itu?" Kakek itu
mendesak. "Kong-kong mengapa tidak percaya kepadanya? lekas minta obatnya
dan
engkau yang harus menjamin bahwa dia
dan sumoinya tidak akan diganggu," kata Soan Cu. Kakek berkepala besar itu
meraba-raba jenggotnya.
"Hemmm,harus ada buktinya dulu. Kwat Sin Liong, mulai saat ini engkau dan Sumoimu
puteri Han Ti Ong harus tinggal di
pulau ini sebagai tamu sambil menanti hasil pengobatanmu kepada cucuku.
Kalau kau gagal mengobatinya, hemmm,
aku tidak akan mengampuni kalian berdua. Kalau cucuku sembuh, barulah kita
bicara lagi." Sin Liong
mengerutkan alisnya hendak membantah peraturan yang berat sebelah ini, akan
tetapi dia
melihat Soan Cu mengedipkan mata
kirinya maka dia menarik napas panjang dan mengangguk lalu berkata, "Harap
sediakan alat tulis, biar kulukiskan
bentuk daun yang harus dicari." Sin Liong lalu melukiskan beberapa macam
daun yang mudah dicari dan yang
mempunyai khasiat biasa saja, yaitu sekedar penambah kekuatan tubuh. Ouw Kong
Ek lalu menyuruh seorang pembantunya untuk
mencari daun-daun yang dilukis itu di pulau sebelah Pulau Neraka di
mana terdapat banyak tetumbuhan. Adapun
Sin Liong dan Swat Hong lalu diperlakukan sebagai tamu terhormat,
bahkan disediakan dua kamar yang bersih
untuk mereka, dilayani baik-baik dan tentu saja di samping pelayanan
ini, para pelayan yang terdiri dari
pembantu-pembantu ketua, bertugas pula sebagai penjaga! "Kuperingatkan
kepada kalian agar menanti sampai
cucuku sembuh. Lari pun tidak akan ada gunanya bagi kalian karena
perahu-perahu kalian telah kami simpan
dan di sekeliling Pulau Neraka tidak akan ada perahu sebuah pun. Tanpa
perahu, bagaimana kalian akan dapat
meninggalkan pulau ini?" Demikinan pesan Ouw Kong Ek sebelum dia
meninggalkan dua orang itu sehingga
Swat Hong menjadi mendongkol sekali dan hampir saja dia memaki-maki ketua
itu kalau tidak ditahan oleh Sin Liong
yang memegang lengannya. Setelah ketua itu meninggalkan mereka berdua di
dalam pondok di mana mereka untuk
sementara tinggal, Sin Liong menegur sumoinya , "Sumoi, mengapa kau
bersikap
seperti itu?" "Suheng, aku
tidak nyangka sama sekali akan menyaksikan engkau yang terkenal alim kini
bermain
gila dengan gadis puteri ketua Pulau
Neraka. Huhh!" Sin Liong mengerutkan alisnya dan memandang tajam kepada
sumoinya,hatinya bertanya mengapa
sumoinya memperhatikan soal begitu, padahal sama sekali tidak ada sangkut
paut dengan sumoinya. "Sumoi,
engkau tahu betul bahwa Nona Ouw Soan Cu melakukan hal itu demi menolong kita.
Siapakah yang main-main dengan
dia?" "Hemm, apa kaukira aku tidak tahu betapa dia suka kepadamu dan
sengaja
mendatangi kamar tahananmu untuk
merayumu?" "Sumoi! jadi sudah selama ini kau berada di sini? Dan aku
diam
saja? Sumoi, mengapa kau menyangka yang
bukan-bukan? Kalau kau sudah tahu akan kunjungannya itu, tentu kau tahu
juga bahwa dia datang untuk memberi
obat penolak binatang-binatang berbisa. Sumoi, kita semestinya berterima
kasih kepadanya, dia bermagsud baik
bahkan tidak segan-segan membohong kepada Kong-kongnya demi keselamatan
kita." "Ya, ya, memang dia
baik sekali dan cantik sekali. Siapa yang tidak tahu?" "Sumoi...,
harap jangan
marah. Dia adalah seorang gadis yang
bernasib buruk sekali, ibunya meninggal ketika melahirkan dia, ayahnya
pergi entah kemana dan sampai kini
belum kembali..." "Memang, dia seorang gadis bernasib buruk yang
patut
dikasihani, tidak seperti aku..."
dan Swat Hong lalu menelungkupkan muka di atas meja dan menangis! Sin Liong
terkejut, beberapa kali hendak memegang
lengan sumoinya akan tetapi ditahannya tangannya. "Aihh... Sumoi,
engkau pun bernasib buruk, dan aku
merasa kasihan sekali kepadamu. Karena aku merasa kasihan aku menyusulmu.
Sumoi, diamlah jangan menangis. Apakah
Sumoi telah bertemu dengan Ibumu?" Swat Hong seketika berhenti menangis,
mengangkat mukanya yang basah air mata
dan memandang kepada Sin Liong. Pemuda itu merasa kasihan sekali, lalu
mengeluarkan saputangannya dan mengapus
air mata yang membasahi muka gadis itu. "Suheng...apa maksudmu? Apa
yang terjadi dengan dia? Bukankah ibu
berada di Pulau Es dan aku sudah mewakilinya?"Mendengar tentang ibunya,
seketika lupalah Swat Hong akan
kemarahan dan kedukaan hatinya sendiri. "Ibumu juga telah pergi
meninggalkan
Pulau Es..." dengan singkat Sin
Liong lalu menceritakan apa yang terjadi setelah gadis itu lari pergi dari
Pulau Es, betapa ibunya juga pergi,
tidak mau disuruh tinggal di Pulau Es setelah puterinya membuang diri ke
Pulau Neraka. "Aku tadinya
mengharapkan engkau dapat bertemu dengan ibu maka aku tidak melihatmu di
sini,Sumoi.
Jadi engkau belum bertemu dengan
ibumu?" Gadis itu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala, kelihatan
muram
wajahnya mendengar akan kepergian
ibunya. "Ah, kalau begitu ke manakah perginya ibumu?" Sin Liong
termenung dan
diam-diam dia pun merasa prihatin
sekali akan nasib wanita itu. Tiba-tiba Swat Hong berdiri dan mengepal tinju,
mukanya agak pucat ketika dia berkata,
"Aku mau pergi dari sini sekarang juga! Aku harus mencari ibu sampai
ketemu, dan aku tidak akan kembali ke Pulau
Es! Aku tidak akan sudi menggantikan ibu di Pulau Neraka ini pula.
Bukankah ibu sudah meninggalkan Pulau
Es sehingga percuma saja aku mewakilinya?" "Nanti dulu, Sumoi, kau
tidak
bisa pergi begitu saja. Tentu mereka
akan menghalangimu!" "Aku tidak takut! Yang menghalangi aku akan
kubunuh!"
"Sabarlah, Sumoi. Perlu apa kita
mencari permusuhan dengan mereka yang berjumlah banyak? Bukan soal takut atau
tidak takut, akan tetapi mereka adalah
manusia-manusia yang bernasib buruk sekali, dipaksa tinggal di tempat
seperti neraka ini. Bahkan mereka boleh
dibilang senasib dengan ibumu dan denganmu sendiri. Selain itu ke
manakah kita harus mencari ibumu? Kalau
kita berbaik dengan mereka, bukankah kemudian mereka dapat membantu
kita mencari? Dengan tenaga banyak
orang kukira akan lebih mudah mencari Ibumu yang tidak jelas ke mana
perginya itu." Swat Hong dapat
dibujuk dan akhirnya dia duduk di atas bangku sambil mengerutkan alisnya dengan
wajah muram. Betapapun juga, setelah dia
sadar bahwa cemburunya terhadap suhengnya dan Soan Cu tidak berdasar,
kini terasalah olehnya betapa hatinya
sesungguhnya merasa lega dan senang karena dapat bertemu dan berkumpul
dengan suhengnya, apalagi di tempat
yang berbahaya ini. Beberapa hari telah lewat dan Soan Cu setiap hari minum
"Obat" yang terbuat dair
daun-daun seperti yang dilukiskan oleh Sin Liong. Setiap hari kakenya bertanya
dan dia
menjawab bahwa penyakitnya yang
dideritanya, rasa nyeri seperti yang dinyatakan Sin Liong itu berangsur-angsur
sembuh! Girang bukan main hati kakek
itu, akan tetapi hati Swat Hong yang mendongkol melihat betapa Soan Cu
seolah-olah mengulur waktu
"penyembuhannya"! Pada hari ke tujuh, Ouw Kong Ek dan Soan Cu
mendatangi pondok
tempat tinggal Sin Liong dan Swat Hong.
Dua orang muda dari Pulau Es ini memang sudah menunggu di depan pondok
dengan hati tidak sabar, menanti berita
kesembuhan total Soan Cu. Maka mereka menyambut ketua Pulau Neraka dan
cucunya itu dengan penuh harapan itu,
melihat betapa wajah kedua orang pendatang itu berseri. Setelah tiba di
depan mereka, Soan Cu segera berkata,
"Sin Liong, Kakek merasa berterima kasih sekali kepadamu dan menyetujui
kau melanjutkan pengobatan dengan
menggunakan sinkang!" "Apa...?" Akan tetapi kata-kata Sin Liong
yang bingung
dan tidak mengerti itu segera diputus
oleh Soan Cu, "Bukankah dulu kaukatakan setelah beberapa hari minum obat
penawar racun, kau akan melenyapkan
sama sekali hawa beracun itu dengan menggunakan sinkang menyedot keluar
hawa itu dari punggungku?" Ouw
Kong Ek tertawa. "Orang muda she Kwa. Kalau bukan engkau yang sudah
kupercaya
penuh, tentu aku tidak mengijinkan
pengobatan ini. Akan tetapi aku sudah percaya kepadamu, maka silahkan.
Mudahmudahan saja dalam waktu singkat
cucuku akan sembuh sama sekali." Setelah berkata demikian, kakek itu
membungkuk ke arah Sin liong dan Swat
Hong, lalu meninggalkan cucunya. "Soan Cu, apa maksudmu?" Sin Liong
segera berbisik menegur. "Huh,
tentu ingin berduaan denganmu di dalam kamar, apa lagi?" Swat Hong
mengejek.
"Husshhh, harap kalian jangan
ribut-ribut, "bisik Soan Cu. "Mari kita masuk ke kamar dan bicara.
"Dia
menggandeng tangan Sin Liong dan
diajaknya masuk. Melihat Swat Hong cemberut, Sin Liong berkata, "Sumoi,
marilah." "Aku tidak sudi
menggangu kalian!" "Aih Enci Hong, mengapa begitu? Yang hendak
kubicarakan adalah
kepentingan kalian berdua.
Marilah." Soan Cu berkata dan agaknya memang dara Pulau Neraka ini tidak
pernah
mengerti apa yang diejekan oleh Swat
Hong. Agaknya cara hidup di Pulau Neraka membuat dia kurang mengerti akan
tata susila sehingga tak pernah merasa
melanggar sesuatu biarpun dia memasuki kamar berdua dengan seorang
pemuda. Sambil bersungut-sunggut
menyembunyikan rasa malunya bahwa dia telah menduga yang bukan-bukan, Swat
Hong ikut masuk. "Aku memang
berpura-pura, mengulur panjang waktu penyembuhan. Semua ini karena aku
mendengar
bahwa Kong-kong dan para pembantunya
tidak membebaskan kalian setelah aku sembuh." "Keparat! Kong-kongmu
memang
bukan manusia baik-baik! pantas menjadi
ketua di Pulau Neraka! Aku akan menemuinya!" "Hushhh, Sumoi,
Bersabarlah, dan mari kita dengar
kata-kata Soan Cu." Dengan muka muram Swat Hong duduk lagi dan memandang
wajah Soan Cu. Wajah yang manis sekali,
pikirnya, manis dan polos. Pantaslah kalau andaikata Sin Liong jatuh
cinta kepada gadis ini, pikirnya lagi
dan hatinya merasa berdebar penuh khawatir. "Kong-kong telah berjaga-jaga
dan mempersiapkan anak buahnya, menjaga
kalau-kalau kalian melarikan diri. Berbahaya sekali." "Habis
bagaimana
baiknya,Soan Cu?" "Ada
jalan," kata dara yang lincah dan cerdik itu. "Menurut pendengaranku
ketika Kong-kong
merundingkan di kamar rahasia bersama
para pembantunya yang paling dipercaya, Kong-kong tidak berniat buruk
kepada kalian. Setelah kau dapat
menyembuhkan aku, maka Kong-kong membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di
pulau ini. Dia hendak menahanmu agar
kau dapat mengobati setiap penghuni yang terserang penyakit. Adapun Enci
Hong ditahan di sini sebagai sandera,
untuk menahan kekuasaan Pulau Es." "Keparat....!" "Jangan
marah, Enci
Hong. kurasa kita harus menghadapi
Kong-kong yang berwatak kasar dengan sikap dan akal halus. Kalau aku sudah
sembuh, yaitu kalau kunyatakan bahwa
aku sudah sembuh sama sekali, sedikit banyak Kong-kong tentu akan
berterima kasih. Kemudian
Liong-ko...heh, Sin Liong mengajarkan Kong-kong mengenal daun obat-obatan
dengan
janji akan membebaskan kalian. Kurasa Kong-kong
akan mau menerimanya karena sebenarnya yang dibutuhkan adalah
pengetahuan tentang ilmu pengobatan
itu. Dengan demikian, kalau kalian meninggalkan pulau ini, kalian akan
dianggap sebagai sahabat dan penolong.
Bagaimana?" "Kurasa baik juga akal ini," kata Sin Liong.
"Hemm,
terserahlah,. Akan tetapi jangan ada
akal bulus di balik semua ini!" Swat Hong mengancam. Soan Cu menarik napas
panjang. "Enci Hong, harap jangan
mencurigai aku. Aku sudah menyesal sekali menjadi seorang yang terlahir di
tempat ini, dan aku ingin melanjutkan
cita-cita Ayah bundaku yang kabarnya dahulu juga selalu berusaha agar
penghuni Pulau Neraka tidak menjadi
orang liar yang tidak mengenal prikemanusiaan." Setelah berkata demikian,
Soan Cu pergi meninggalkan pondok itu
dengan muka tunduk. "Seorang anak yang baik...." Sin Liong memuji
sambil
memandang tubuh dara itu yang melangkah
pergi meninggalkan pondok. "Maksudmu, seorang dara yang cantik dan
berbudi!" Tanpa menoleh Sin Liong
mengangguk. "Memang, dia cantik dan berbudi." Huh! Sudah kusangka
demikian!"
Sin Liong menoleh kaget dan memandang
wajah sumoinya, "Sumoi, apa maksudmu?" Swat Hong membuang muka.
"Hemm,
tidak apa-ap. "Begitulah!"
lalu dia lari memasuki kamarnya, membanting daun pintu keras-keras. Sin Liong
menggeleng kepalanya, makin tidak
mengerti dia akan sikap wanita pada umumnya dan saat itu, sikap Swat Hong
khususnya, juga sikap Soan Cu yang amat
aneh kalau diingat bahwa dia adalah cucu ketua Pulau Neraka yang
berwatak aneh dan kejam. Semua terjadi
seperti direncanakan oleh Soan Cu. Setelah dara itu mengaku sembuh sama
sekali dan Sin Liong bersama Swat Hong
menghadap ketua untuk minta pembebasan, Ouw Kong Ek menggeleng kepalanya
dan berkata, "Kwa Sin Liong, kami
berterima kasih sekali atas penyembuhan penyakit cucuku, dan untuk jasamu
itu, kami tidak akan menggangu kalian,
bahkan menganggap kalian sebagai orang-orang berjasa. Akan tetapi,
terpaksa kami tidak dapat membebaskan
kalian karena kami amat membutuhkan engkau sebagai ahli pengobatan di
pulau ini. Maka, harap kalian suka
mengerti akan kebutuhan kami ini. Tinggallah di sini dan menjadi orang-orang
terhormat menjadi pembantuku yang
paling baik." "Tocu, aku mengerti akan kebutuhan Tocu dan para
penghuni Pulau
Neraka. Akan tetapi sungguh tidak adil
kalau menyuruh kami tinggal di sini selamanya, apa lagi amat tidak adil
bagi Sumoi. Betapapun juga, karena aku
mengerti akan kebutuhan kalian semua, biarlah sekarang diatur begini
saja. Aku akan sementara waktu tinggal
di sini mengajarkan ilmu pengobatan kepada Tocu, akan tetapi kuminta
agar Sumoi sekarang juga dibebaskan,
diberi sebuah perahu agar sumoi dapat pergi lebih dahulu meninggalkan
Pulau Neraka. Adapun aku sendiri, kalau
Tocu sudah mengenal semua daun dan bahan pengobatan, baru aku akan
pergi dari sini. Bagaimana?" Ketua
Pulau Neraka itu mengerutkan alisnya, lalu melirik kearah cucunya yang duduk
di sebelahnya dan menundukan kepala
saja. "Hemmm, boleh juga sumoimu pergi. Biarpun dia puteri Han Ti Ong,
akan
tetapi mengingat akan jasamu, biarlah
dia kami bebaskan. Akan tetapi kau....ah, aku sangat mengharapkan agar
engkau menjadi.... keluarga kami, orang
muda." Kembali dia mengerling ke arah Soan Cu dan gadis itu makin
menundukan mukanya yang menjadi merah
sekali. "Benar sekali, dia amat cocok menjadi jodoh Nona Ouw!"
beberapa
orang membantu berkata sambil
tertawa-tawa, sikap mereka bebas terbuka. "Aku tidak mau pergi!"
tiba-tiba Swat
Hong berkata lantang. "Kalau
Suheng tinggal di sini mengajarkan ilmu pengobatan, aku akan tinggal di sini juga
sampai pelajaran itu selesai. Dan
kalau....kalau ada pengantian di sini, kalau suheng diambil mantu, aku pun
harus menjadi saksinya!" Ucapan
itu sebetulnya dikeluarkan dengan gejolak kemarahan dan kepanasan hatinya, akan
tetapi para pembantu Ouw Kong Ek
menyambutnya dengan suara ketawa. Tentu saja Sin Liong kaget sekali mendengar
ucapan Sumoinya itu. Ada kesempatan
yang amat baik terbuka bagi Swat Hong untuk membebaskan diri dari pulau
berbahaya itu, dan kesempatan itu
dibuang begitu saja oleh Swat Hong! Dia telah mengenal watak Swat Hong.
Sekali bilang tidak mau, dipaksa pun
sampai mati tidak akan mau tunduk! Maka dia menjadi bingung sekali. "Tocu,
karena Sumoi tidak mau pergi sendiri
lebih dulu, maka biarlah perjanjian kita diubah. Akan memberi pelajaran
ilmu pengebatan kepada Tocu, setelah
Tocu mengenal bahan obat untuk melindungi penghuni pulau ini, aku dan
Sumoi boleh pergi dengan bebas."
Ketua Pulau Neraka itu mengelus-elus dagunya dan alisnya berkerut,
berkali-kali dia melirik ke arah
cucunya. Dia adalah seorang yang sudah tua, biarpun tidak pernah terjun ke
dunia ramai, namun dia tahu bahwa
cucunya jatuh hati kepada pemuda yang hebat ini. Dan dia tidak melihat
seorang pemuda lain di Pulau Neraka
yang kiranya patut menjadi suami cucunya! Tentu saja hatinya tidak rela
kalau pemuda itu pergi meninggalkan
pulau karena dia tahu bahwa hal itu tentu akan mengecewakan hati cucunya.
Maka dia hanya menggeleng-geleng
kepala, tanpa dapat menjawab. Melihat keraguan ketuanya, seorang kakek berusia
lima puluh tahun lebih melaju maju.
Orang ini kepalanya gundul botak akan tetapi mukanya penuh brewok, tubuhnya
kurus kecil dan di lehernya ada seekor
ular merah melingkar. Dia adalah pembantu utam dari Ouw Kong Ek, seorang
yang lihai ilmu kepandaiannya dan
bernama Lo Thong. Berbeda dengan Majikan Pulau Neraka itu yang merupakan
keturunan orang buangan, maka Lo Thong
sendiri adalah seorang buangan dari Pulau Es, tiga puluh tahun yang lalu
dia dibuang dariPulau Es karena sebagai
seorang pemuda dia banyak melakukan kejahatan. Setelah berada di Pulau
Neraka dia memperdalam ilmi-ilmunya dan
menjadi orang ke dua yang terkuat setelah Ouw Kong Ek, yaitu sesudah
putera Ouw Kong Ek yang bernama Ouw
Sian Kok, ayah Soan Cu menjadi gila dan meninggalkan pulau. Maka dia
diangkat sebagai pembantu utama oleh
Ouw Kong Ek. "Twako(Kakak)," Lo Thong berkata dan tidak seperti lain
penghuni Pulau Neraka yang menyebut
ketua mereka tocu (majikan pulau), dia menyebutnya kakak, "mengapa Twako
bingung menghadapi urusan dua orang
anak-anak ini? Betapapun juga, mereka berada di pulau ini dan seharusnya
mereka tunduk kepada semua perintah
Twako yang menjadi hukum di sini. Kalau mereka hendak mengambil keputusan
sendiri, boleh saja akan tetapi mereka
harus lebih dulu dapat mengalahkan kita!" Ouw Kong Ek memandang
pembantunya dengan muka berseri,
seolah-olah dia terlepas dari keadaan yang ruwet. "Kalau begitu, bagaimana
baiknya, Lo-tee?" "Menurut
saya, lebih baik diadakan pertandingan antara orang pemuda She Kwa ini dan
Twako.
Kalau dalam pertandingan itu dia kalah,
maka dia dan Sumoinya harus selamanya tinggal di sini dan menjadi
penghuni pulau ini seperti kita
semua." "He, Botak! Enak saja kau bicara! Siapa bilang Suhengku kalah
oleh
ketua kalian? Habis, kalau kemudian
ketua kalian yang kalah, bagaimana?" Swat Hong berteriak nyaring.
"Twako
kalah? Ha-ha, mana mungkin?" Lo
Thong menjawab. "Akan tetapi kalau Twako kalah, biarlah pemuda She Kwa ini
mengajarkan ilmu pengobatan sampai
Twako pandai, baru kalian berdua boleh pergi meninggalkan pulau ini dengan
bebas." "Usul yang bagus
sekali!" Ouw Kong Ek berseru gembira. "Kwa Sin Liong, aku mendengar
bahwa di dunia
ramai, di daratan sana, orang-orang
gagah menggunakan kepandaian untuk memutuskan sebuah perkara yang ruwet.
Aku percaya bahwa engkau tentu seorang
gagah pula, maka biarlah kita membereskan urusan ini dengan mengukur
kepandaian masing-masing seperti yang
diusulkan oleh pembantuku Lo Thong." Sin Liong menggeleng kepalanya.
"Tocu, aku tidak suka menggunakan ilmu
yang kupelajari untuk kekerasan. Mengapa Tocu hendak menggunakan cara
kekerasan untuk menahan kami berdua
selamanya di pulau ini? Aku sudah besedia mengajarkan ilmu pengobatan, maka
sudah sepatutnya kalau Tocu membalasnya
dengan membebaskan kami. "Tidak kita harus saling mengukur kepandaian
dulu!" ketua itu berkeras.
Tiba-tiba Swat Hong melompat ketengah lapangan dan membusungkan dada menegakkan
kepalanya. "Hayolah! Kalau Suheng tidak
mau, biarlah aku yang melayanimu! Siapa sih takut kepada orang Pulau
Neraka? Aku yang memasuki pertandingan
itu, dan kalau kalah, boleh kalian berbuat apa saja sesuka kalain!"
"Sumoi...!!" Sin Liong
menegur. "Suheng, aku tidak takut!" Swat Hong membantah. Ouw Kong Ek
mengerutkan
alisnya. "Soan Cu, kau layani
bocah liar yang sombong ini!" katanya. "Baik Kong-kong." Soan Cu
bangkit berdiri
dan melangkah maju, akan tetapi segera
berhenti ketika mendengar suara Sin Liong, "Soan Cu harap jangan
bertanding. Di antara kita tidak ada
permusuhan, bukan?" Soan Cu meragu, memandang kepada Kong-kongnya,
kemudian kepada Sin Liong, dan akhirnya
dia kembali duduk di tempatnya yang tadi. "Soan Cu...." Kakeknya
menegur. "Kong-kong, aku tidak mau
bertanding. Mereka bukan musuhku." Mata kakek itu terbelalak, akan tetapi
dia tidak marah bahkan lalu tertawa
bergelak. "Kau...kau lebih taat kepadanya? Ha-ha-ha-ha!" Dia tertawa
karena
sikap cucunya itu jelas membuktikan
betapa cucunya benarbenar telah jatuh cinta kepada Sin Liong! Sampai-sampai
berani membangkang terhadap perintahnya
hanya karena Sin Liong menghendaki demikian. Makin panaslah hati Swat
Hong. Tadinya dia sudah siap-siap untuk
menjatuhkan cucu ketua Pulau Neraka itu, selain agar menang
pertandingan juga hendak memperlihatkan
kepada Suhengnya bahwa dia lebih pandai dari pada Soan Cu. Akan tetapi,
ternyata Suhengnya melarang Soan Cu dan
dan putri Pulau Neraka itu begitu taat! "Ouw Kong Ek, kalau cucumu
tidak berani maju, biarlah kau sendiri
yang maju! Hayo tandingilah aku, puteri Raja Pulau Es!" Dia
menantang-nantang dengan suara penuh
kemarahan. Sin Liong hanya menggeleng kepalanya dan bingung sekali
bagaimana harus mencegah sumoinya.
Kembali kakek itu menjadi marah. Tantangan yang keluar dari mulut Swat Hong
membuat mukanya merah dan telinganya
panas. Akan tetapi betapa memalukan kalau dia harus menandingi seorang
bocah perempuan yang usianya sebaya
dengan cucunya sendiri! "Twako, perkenankanlah saya menghajar bocah
bermulut lancang ini" Lo Thong
berkata dan Ouw Kong Ek mengangguk, akan tetapi masih ingat dan memesan.
"Akan
tetapi cukup beri hajaran saja, jangan
sampai dia terbunuh." "Baik saya mengerti, Twako." Lo Thong
menjawab
lalu sekali kakinya bergerak, tubuhnya
sudah mencelat ke depan Swat Hong. Menyaksikan ginkang yang hebat ini
diam-diam Sin Liong khawatir sekali, akan
tetapi dia pun tidak dapat mencegahnya karena maklum kalau dia
melarang, Sumoinya tentu akan menjadi
makin nekat saja. Maka dia hanya bangkit berdiri dan memandang dengan
jantung berdebar tegang. Swat Hong
memandang kakek botak yang berdiri di depannya, lalu berkata, suaranya
mengejek. "Apakah pertandingan ini
akan memutuskan perjanjian tadi, bahwa kalau aku menang kami berdua boleh
pergi dari sini?"
"Tidak", jawab Lo Thong. "Pertandingan ini hanya mengenai
dirimu, kalau kau menang kau boleh
pergi, kalau kau kalah, kau harus
tinggal di sini selamanya dan menjadi muridku." "Setan alas! Siapa
takut
padamu?" Swat Hong yang sudah kena
dibakar hantinya itu membentak. "Sumoi, tanpa pertandingan pun kau boleh
pergi sekarang juga!" Sin Liong
berteriak. "Tidak, Suheng. Aku merasa kurang terhormat kalau pergi begitu
saja.
Aku tidak sudi menerima kebaikan
orang-orang Pulau Neraka. Kalau aku pergi berarti aku pergi mengandalkan
kepandaian aku sendiri, bukan karena
kebaikan hati mereka. Hayo, kakek botak, boleh kaukeluarkan segala
ilmumu!" "Bocah sombong,
sambutlah ini!" Lo Thong merasa panas juga perutnya melihat sikap dara
remaja yang
memandang redah kepadanya itu. Akan
tetapi dia pun maklum bahwa dara ini tentu memiliki kepandaian tinggi
sebagai puteri Raja Pulau Es, maka
sekali menyerang, dia telah mengeluarkan kepandaiannya, mengeluarkan jurus
yang ampuh dan mengerahkan tenaga
sinkangnya. "Wuuuuuttt... sirrr...desss!" Mula-mula Lo Thong
menggerakan
tubuhnya rendah kebawah, seolah-olah
lengan kirinya yang bergerak itu hendak menangkap kaki Swat Hong, akan
tetapi tiba-tiba saja tubuhnya
meninggi, tangan kanannya meluncur dan mencengkram ke arah pinggang dara itu.
Namun Swat Hong yang usianya masih muda
sekali itu belum lima belas tahun, telah mewarisi inti kepandaian dari
ilmu-ilmu kesaktian Pulau Es. Dengan
tenang dia melihat bahwa bukan tangan kiri lawan yang berbahaya melainkan
tangan kanannya, maka dia cepat menarik
kaki kiri dan menangkis dengan sabetan tangan miring dari samping yang
mengenai lengan lawan. LoThong mencelat
ke belakang dan inilah kehebatan ginkangnya. Gerakannya bukanlah
langkah kaki, melainkan loncatan yang membuat
tubuhnya mencelat ke sana-sini dengan amat cepatnya dan sama
sekali tidak terduga-duga lawan.
"Sumoi awasilah gerakannya. Ginkangnya lihai!" Sin Liong berseru dan
diam-diam
Lo Thong mendongkol juga. Ternyata
pemuda itu lihai sekali, baru segebrakan saja sudah mengenal dimana letak
keampuhannya. Maka dia lalu menggereng
dan menubruk maju, menghujani Swat Hong dengan serangan bertubi-tubi.
Swat Hong diam-diam terkejut juga. Ternyata
bahwa pembantu utama dari ketua Pulau Neraka ini hebat bukan main.
Setiap gerakan tangannya mendatangkan
angin keras menyambar dan kecepatannya membuat dia pening karena harus
menggerakan kekuatan matanya untuk
mengikuti terus gerakan lawan. namun, tentu saja dia tidak menjadi gentar.
Sejak kecil dara remaja ini tidak
pernah mengenal artinya takut, dan dia pun mengeluarkan kepandaiannya untuk
membalas dengan serangan yang tidak
kalah dahsyatnya. Semua mata memandang pertandingan itu dengan penuh
perhatian. Diam-diam Soan Cu merasa
kagum sekali kepada Swat Hong dan dia harus mengaku dalam hatinya bahwa
andaikata tadi dia yang maju, dia akan
kalah menghadapi kelihaian dara Pulau Es itu, maka dia merasa makin
bersyukur kepada Sin Liong yang tadi
mencegahnya maju melawan Swat Hong. Apakah pemuda itu sudah tahu bahwa dia
akan kalah kalau melawan Swat Hong?
Soan Cu melirik ke arah Sin Liong dan melihat betapa wajah pemuda yang
tampan itu diliputi kekhawatiran, maka
dia kembali menyaksikan pertandingan yang hebat itu. Tubuh mereka berdua
yang bertanding itu sudah tidak dapat
kelihatan jelas, yang tampak hanya dua bayangan berkelebatan ke kanan
kiri dengan cepat sekali. Ginkang yang
dikuasai oleh Lo Thong memang hebat sekali, akan tetapi sekarang dia
berhadapan dengan puteri Raja Han Ti
Ong dari Pulau Es! Biarpun masih kalah sedikit namun Swat Hong dapat
mengimbangi kecepatan lawan, bahkan
dapat mendesak dengan ilmu silatnya yang luar biasa dan tenaga sinkangnya
yang berdasarkan hawa murni dari
im-kang yang dingin. Ilmu silat yang dimainkan oleh Swat Hong adalah ilmu
silat tangan kosong Jit-cap-jiseng
(Jutuh Puluh Dua Bintang ) yang mempunyai tuluh puluh dua jurus-jurus ampuh.
Sebagai bekas penghuni Pulau Es sebelum
Swat Hong terlahir, tentu Lo Thong mengenal ilmu ini, bahkan ilmu
silatnya sediri pun bersumber pada ilmu
silat Pulau Es. Akan tetapi setelah dua puluh tahun lebih berada di
Pulau Neraka dan mempelajari ilmu-ilmu
dari Pulau Neraka, maka ilmu silatnya menjadi campur aduk dan tentu saja
kalah murni oleh ilmu silat yang
dimainkan oleh Swat Hong.Pula, Lo Thong dahulu belum mempelajari
Jit-cap-ji-seng sampai habis, hal yang
jarang dilakukan penghuni Pulau Es kecuali keluarga raja. Mulailah Lo
Thong terdesak oleh serangan
bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Swat Hong. Ingin sekali Lo Thong menggunakan
senjatanya, yaitu ular hidup yang
melingkar di lehernya, namun dia takut akan pesan ketuanya tadi. Kalau dia
menggunakan senjata itu dan sekali
lawan tergigit mati tentu dia akan mendapat marah besar. Maka dia lalu
berteriak keras dan mengerahkan seluruh
ilmunya meringankan tubuh. "Aihhh...!" Swat Hong terkejut ketika
melihat betapa tubuh lawan dapat
bergerak lebih cepat lagi dan dalam serangkaian serangan yang tak terduga
saking cepatnya, hampir saja pundaknya
kena dicengkeram. Dia berseru sambil meloncat keatas, tinggi sekali
kemudian bagaikan seekor burung walet,
tubuhnya sudah membalik di udara, menukik kebawah dan dia sudah
melancarkan serangan dengan jurus
Kak-seng-jip-hai (Bintang Terompet Memasuki Laut), jurus terakhir yang paling
ampuh dan yang dulu dilatihnya dengan
ibu dan ayahnya sehingga dia mahir sekali mainkan jurus ini. Hebat bukan
main daya serang jurus ini karena
selagi tubuh meluncur turun dengan menukik kebawah, kedua tangannya sudah
bergerak mencengkram kearah ubun-ubun
kepala lawan yang botak itu! "Hayaaa...!" kini Lo Thong yang kaget
ketika
merasa ada hawa dingin menyentuh
ubun-ubun kepalanya dari atas. Maklum bahwa serangan itu merupakan ancaman
maut bagi dirinya, dia tidak berani
lengah, cepat membuang diri kebelakang sehingga dia terjengkang, kemudian
menggunakan ginkangnya untuk berguling
di atas lantai. Dengan gerakan ini, biarpun pakainnya kotor terkena
debu, namun dia selamat dan dapat
menghindarkan diri dari serangan jurus Kak-seng-jip-hai tadi. Akan tetapi,
betapa terkejutnya melihat dara itu
sudah meloncat ke depan dan baru saja dia bangkit berdiri, Swat Hong sudah
menghantamnya dengan kedua tangan
didorongkan ke depan. "Haiiiiiiittt!!" Swat Hong berseru nyaring dan
mengerahkan tenaga sinkangnya.
"Sumoi, jangan....!" Sin Hong berteriak, kaget ketika melihat betapa
sumoinya
itu menggunakan tenaga
Swat-im-sin-ciang (Tenaga Pukulan Inti Salju) yang merupakan sinkang paling
ampuh dari
Pulau Es! Untuk melatih diri agar bisa
menguasai tenaga im-kang yang amat kuat ini, orang harus bersamadhi di
atas salju, tanpa pakaian, dan melewati
malam-malam yang dinginya menyusup tulang! Dan sebagai puteri Raja Han
Ti Ong, tentu saja Swat Hong telah
menguasai sinkang itu yang kini dipergunakan untuk menyerang selagi lawan
terdesak. "Ciaaaattt...!!" Lo
Thong juga berteriak keras dan cepat dia menolak hawa serangan itu dengan
dorongan kedua tangannya. Dua tenaga sinkang
bertemu tanpa kedua pasang telapak tangan itu bersentuhan dan
akibatnya, Lo Thong terhuyung
kebelakang dan dari ujung bibirnya mengucur darah! Sambil menggereng keras, Lo
Thong yang merasa penasaran itu
melompat ke depan menerkam, akan tetapi Swat Hong yang sudah siap menyambutnya
dengan sebuah tendangan dari samping
yang tepat mengenai pantat Lo Thong dan membuat tubuhnya terlempar jauh ke
arah tempat duduk Ouw Kong Ek! Ketua
Pulau Neraka ini marah sekali, tangannya bergerak menyambut tubuh itu dan
tahu-tahu tubuh Lo Thong sudah melayang
lagi ke arah Swat Hong. Akan tetapi ternyata bahwa ketika menyambut
tadi, Ouw Kong Ek yang lihai telah
menotok dua jalan darah di pungung pembantunya yang seketika merasa dadanya
lega kembali, begitu dia dilontarkan ke
arah Swat Hong, dengan nekat dia sudah menyerang dengan kedua lengan
dikembangkan, kedua tangan hendak
mencengkram tubuh gadis itu. Swat Hong terkejut sekali, tidak nyangka bahwa
tubuh lawan akan secepat itu melayang
kembali ke arahnya, maka dia berteriak dan maklum akan bahaya yang
mengancam karena dia tidak sempat
mengelak lagi! Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu
Sin Liong telah berada di dekat
sumoinya. dengan tangan kiri dia menarik tubuh sumoinya dan dengan tangan kanan
dia menyapok ke atas dan kedua tangan
Lo Thong tertangkis, bahkan tubuh orang botak ini terdorong miring dan
cepat dia meloncat ke atas lantai dengan mata terbelalak heran dan kagum
akan kehebatan tenaga pemuda itu.
Maklum bahwa dia tak mampu menang, dia
lalu mengundurkan diri di dekat ketuanya dengan muka penuh keringat.
"Bagus! Puteri Han Ti Ong lumayan
juga kepandaiannya, boleh coba-coba dengan aku sendiri!" Ouw Kong Ek turun
dari kursinya dan melangkah ke tengah
lapangan. "Baik, majulah! Aku tidak takut menghadapimu!" Swat Hong
menantang. "Sumoi, mundurlah! Biar
aku menghadapi Ouw Tocu." Sin Liong mencegah sumoinya. "Tidak, aku
akan
menghadapi sendiri!" Sin Liong
melangkah menghampiri Ouw Kong Ek dan berkata, "Ouw-tocu, benarkah Tocu
menantang sumoiku ini? Harap Tocu suka
melihat baik-baik. Sumoiku adalah seorang anak perempuan yang usianya
sebaya dengan cucumu, sehingga kalau
Tocu menantangnya sama artinya dengan Tocu menantang seorang cucu! Kalau
Tocu tidak malu bertanding dengan
seorang anak perempuan yang sepatutnya menjadi cucumu, silahkan. Kalau Tocu,
cukup gagah biarlah aku menerima
tantanganmu tadi. mari kita bertanding mengukur kepandaian. Kalau aku kalah,
terserah kepada Tocu. kalau aku menang,
setelah aku mengajarkan ilmu pengobatan, Tocu akan membiarkan kami
berdua pergi dari pulau ini dengan
aman. Bagaimana?" "Aku tidak takut! Suheng, biar aku melawan dia, aku
tidak
takut!" Swat Hong
berteriak-teriak. Ouw Kong Ek memandang kepada dara muda dan mukanya berubah
merah. Memang
tidak keliru omongan Sin Liong tadi.
Bocah itu masih amat muda, masih kanak-kanak sebaya Soan Cu. Seorang
anak-anak dan perempuan lagi! Tentu
saja akan amat merendahkan dirinya kalau sampai dia menantang seorang anak
perempuan kecil! "Baiklah, mari
kita mengadu kepandaian Kwa Sin Liong," katanya. Sin Liong menoleh kepada
sumoinya. "Nah, kau dengar. Yang
ditantang adalah aku, buka kau, Sumoi. Mundurlah." Swat Hong
membanting-banting kaki, terpaksa dia
mundur akan tetapi lebih dulu dia berkata kepada Ouw Kong Ek, "Aku selalu
masih siap untuk melayani jago Pulau
Neraka yang manapun juga." Ouw Kong Ek dan Sin Liong sidah saling
berhadapan dan keduanya saling pandang
tanpa bergerak, seolaholah hendak mengukur dan menilai keadaan lawan
dengan pandangan matanya. Melihat sikap
pemuda yang amat tenang itu, juga pancaran sinar matanya lembut dan
bebas dari rasa takut maupun kebencian
dan kemarahan, hati Ouw Kong Ek menjadi makin suka. Melihat sikap pemuda
ini, sukar untuk dipercaya bahwa pemuda
ini adalah murid Han Ti Ong, Raja Pulau Es yang sakti. Kelihatannya
hanya seperti seorang pemuda yang
lemah, pantasnya seorang sastrawan yang biasanya hanya membaca sajak dan
menulis huruf indah atau meniup suling.
"Orang muda, mulailah!" Ouw Kong Ek berkata ragu-ragu untuk
menggunakan
kepandaiannya menyerang orang yang
kelihatannya lemah ini. "Ouw-tocu, bukan aku yang menghendaki adu
kepandaian
ini, maka biarlah aku hanya menjaga
diri saja." Jawaban yang keluar dengan suara lembut dan sejujurnya itu
setidaknya memanaskan hati Ouw Kong Ek
karena kedengarannya seolah-olah pemuda itu memandang rendah kepadanya.
Pemuda ini sama sekali tidak gentar
menghadapinya, hal itu sama saja memandang rendah! "Kwa Sin Liong,
sambutlah seranganku!" bentaknya
dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, gerakannya perlahan saja namun
didahului sambaran angin pukulan dari
kedua telapak tangannya. "Wuuuuuttt... wuuuuttt!!" hawa pukulan yang
dahsyat dua kali menyambar ke arah
leher dan pusar Sin Liong ketika kakek itu menggerakan kedua tangannya
memukul. Dengan tubuh ringan sekali Sin
Liong menggeser kaki dan berhasil mengelah sampai berturut-turut enam
kali karena ternyata bahwa pukulan
kakek itu begitu luput dari sasaran terus dilanjutkan dengan serangan
berikutnya tanpa berhenti sedikit pun,
sehingga enam kali berturut-turut kedua tangannya menyambar dahsyat dari
segala jurusan! barulah Sin Liong dapat
membebaskan diri dari kepungan kedua tangan itu ketika dia meloncat
jauh ke belakang, dan siap lagi
menghadapi serangan berikutnya. "Bagus!" Ouw Kong Ek berseru kagum
melihat
betapa pemuda itu dengan enak saja
sudah berasil menghindarkan diri dari serangan pukulan yang dinamakan Jurus
Pukulan Badai Mengamuk. Kemudian dia
menerjang lagi, kini dia tidak bergerak lambat lagi, melainkan cepat
sekali. Kaki tangannya bergerak dengan
cepatnya, gerakan yang aneh namun setiap gerakan mengandung daya serang
yang amat berbahaya. Kembali Sin Liong
menyambut serangan-serangannya itu dengan tenang dan hati-hati, mengelak
ke sanansini dan hanya kalau terpaksa
dia menggunakan kedua tangannya untuk menangkis atau menyampok. Perlahan
saja pemuda itu menangkis, namun selalu
tangkisannya yang membawa hawa pukulan Im-kang itu berhasil menghalau
tangan lawan! Sampai tiga puluh jurus
lebih Sin Liong selalu mengelak dan menangkis tanpa satu kalipun membalas
serangan lawan! Tentu saja hal ini
membuat Ouw Kong Ek kagum sekali. Pemuda ini sudah diserangnya dengan hebat,
didesaknya sampai keadaannya berbahaya,
namun tetap tidak mau membalas. "Eh, Suheng, kau tidak membalas, apa
kau merasa phai-seng-gi (sungkan)
kepada orang yang hendak memunggut mantu kepadamu?" Swat Hong
berteriak-teriak penuh penasaran ketika
melihat suhengnya bertempur seperti orang mengalah saja. Merah muka Sin
Liong. Memang dia tidak mau membalas
karena dia selamanya belum pernah memukul orang! Dia memang mempelajari
silat yang tinggi sekali tingkatannya,
bahkan dari kitab-kitab lama yang rahasia dan tak pernah dibaca orang di
dalam perpustakaan Pulau Es, dia
menemukan ilmu-ilmu mujijat, di antaranya ilmu mengenal inti gerakan semua
ilmu silat. Akan tetapi dia merasa
sungkan dan ngeri kalau harus memukul orang lain, apalagi kepada kakek yang
sama sekali tidak ada permusuhan apaapa
dengannya itu. Kini mendengar ejekan Swar Hong, dia merasa tidak enak
dan hatinya terguncang. Guncangan ini
memperlambat gerakan tangannya, maka ketika dia menangkis sebuah pukulan,
tangkisannya meleset dan pukulan tangan
kiri Ouw Kong Ek menyerempet pundaknya. Tubuhnya tergetar hebat dan dia
terhuyung ke belakang. Ouw Kong Ek yang
merasa penasaran sekali kini maklum bahwa kalau pemuda itu membalas
serangannya, mungkin dia akan kalah!
maka melihat hasil pukulannya yang membuat Sin Liong terhuyung dia cepat
mendesak maju. Dia harus mengalahkan
pemuda ini karena dia ingin sekali pemuda ini menjadi penghuni Pulau
Neraka, dan kalau mungkin menjadi suami
Soan Cu. Dan untuk itu, dia harus lebih dulu merobohkannya. Maka dia
cepat mendesak selagi tubuh Sin Liong
terhuyung ke belakang itu. "Wuuut-plak-plak! Wuuu-plak-plak!!"
Pukulan-pukulan tangan Ouw Kong Ek
hebat sekali dan setiap kali Sin Liong yang masih terhuyung itu mengelak,
pukulan itu berubah menjadi cengkraman
yang amat lihai namun selalu tangan Sin Liong masih dapat menyapoknya!
Bahkan pemuda itu berseru keras,
tubuhnya melayang keatas, berjungkir balik dua kali dan sudah turun lagi ke
atas lantai dengan tubuh tegak dan
sudah siap lagi! Ouw Kong Ek makin penasaran. Cepat dia menerjang maju,
kedua kakinya bergerak cepat dengan
tendangan berantai yang cepat dan kuat sekali. Kedua kaki itu seperti
kitiran saja sehingga kelihatannya
kakek ini berkaki lebih dari dua yang bergerak susul menyusul melakukan
tendangan ke arah bagian-bagian
berbahaya dari tubuh Sin Liong. "Siuut-siutt...dess!!" Setelah
berhasil
mengelak ke kanan kiri, Sin Liong
terdesak ke sudut dan terpaksa dia menggunakan kedua lengannya menangkis
sambil mengerahkan tenaga inti salju.
Tubuh Ouw Kong Ek menggigil, terasa dingin sekali tubuhnya, rasa dingin
yang menjalar melalui kaki yang
tertangkis. Dia menggoyang tubuhnya beberapa kali dan ras dingin sudah terusir.
Dia memandang lawannya dengan mata
terbelalak lebar, kemudian kakek ini mengeluarkan suara melengking nyaring
dan tubuhnya sudah melayang ke atas
kemudian menukik kearah Sin Liong. Sin Liong terkejut sekali, dia maklum
bahwa serangan terakhir ini bukan main
hebatnya, maka dia pun lalu berteriak keras dan tubuhnya juga mencelat
ke atas menyambut tubuh lawannya, kedua
lengannya digerakkan di depan tubuhnya. "Plak-plak... bruukkk!!"
tubuh
Ouw Kong Ek terbanting ke atas lantai,
dan hanya setelah dia bergulingan beberapa kali saja dia dapat bangun
dengan agak pening. Bukan main,
pikirnya. Dia tadi melakukan serangan dahsyat, serangan maut yang akan sukar
disambut oleh lawan yang sakti, akan
tetapi pemuda itu menyambutnya di udara, memapaki pukulan dengan pukulan
sehingga kedua telapak tangan mereka
bertemu di udara dan akibatnya dia sendiri yang terbanting keras! "Belum
cukupkah, Tocu?" Sin Liong
bertanya dengan suara penuh penyesalan karena dia dipaksa untuk bertempur , hal
yang
sama sekali tidak disukainya.
"Hmm, aku belum mengaku kalah, orang muda!" Dan kini kakek itu
menyerang lagi
dengan ilmu silat yang gerakannya cepat
sekali, akan tetapi juga aneh. Swat Hong yang menonton di pinggir,
memandang penuh perhatian dengan alis
berkerut. Dia merasa heran sekali. Ilmu silat yang dimainkan oleh kakek
itu seperti pernah dilihatnya, seperti
bukan gerakan asing, namun mengapa begitu aneh dan sama sekali tidak
dikenalnya? Memang tidak mengherankan
hal ini terjadi pada Swat Hong karena ilmu silat yang dimainkan kakek itu
memang bersumber pada ilmu silat Pulau
Es, hanya sudah diubah banyak sekali menjadi ilmu silat ciptaan nenek
moyang Pulau Neraka! Bahkan kini dari kedua telapak tangan kakek itu
mengepul uap hitam, dari mulutnya juga
menyembur uap hitam yang kadang-kadang
menyambar ke arah muka Sin Liong. Sebagai seorang hali pengobatan Sin
Liong segera mengenal hawa beracun
keluar dari uap hitam itu, maka dia bersikap hati-hati, setiap kali ada uap
hitam menyambar. Sementara itu, sambil
mengelak dan menangkis dia mencurahkan seluruh perhatiannya dan dengan
ilmu mujijat yang didapatnya dari
kitab, yaitu mengenal rahasia inti gerakan ilmu silat, dia sudah dapat
mencatat dan hafal akan jurus-jurus
yang dimainkan oleh lawannya. "Suheng, balaslah lawanmu! Apa kau
takut?"
Swat Hong berteriak lagi. Ouw Kong Ek
yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa
dipandang rendah dan dipermainkan,
membentak, "Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga
tidak mau balas menyerang?" Sin
Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang
mengalah dan tidak mau balas menyerang
itu malah dianggap memandang rendah oleh kakek itu dan dianggap takut
oleh Swat Hon! Tadinya dia hanya
mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek
itu keras kepala dan tidak akan mengaku
kalah kalau tidak dirobohkan! Dalam keadaan seperti itu, tidak ada
pilihan lain bagi Sin Liong. Dia
menggigit bibirnya menguatkan hati karena menyerang orang merupakan hal yang
berlawanan dengan hatinya, lalu kaki
tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruan-seruan kaget dari
mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan
belasan jurus kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak
dan menangis, kakek ini berseru keras
dan tubuhnya terguling. "Heiiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku
ini ?" Kakek yang sudah terguling
karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi
sambil bertanya dengan mata terbelalak
dan penuh keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh
Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri
dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua
lututnya tertendang, membuat dia
terguling dan kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu
pemuda itu dapat menyusulkan serangan
maut yang dapat menewaskannya! Sin Liong menjura dan melangkah mundur.
"Aku hanya meniru-niru dari Tocu
sendiri...." Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian
dia
melangkah maju dan memegang kedua
tangan pemuda itu. "Kwa Sin Liong ...engkau hebat sekali! Aku mengaku
kalah
terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar
Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu
silatku sendiri! Dia ini adalah seorang
pendekar besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!" Semua penghuni
Pulau Neraka membungkuk dan memberi
hormat kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan
mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil
berkata tersipu-sipu, "Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan
berlebihan..." "Kwa-taihiap,
aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu
pengobatan itu agar kami dapat terbebas
dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham,
kami akan mempersilahkan Taihiap dan
Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan aman."
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan
melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan
obat
penawanya." Soan Cu berlari
menghampiri Sin Liong dan berkata, "Sin Liong, kau hebat sekali! Aku
sungguh kagum
kepadamu ." Sambil berkata
demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang
wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang
sengaja mengalah kepadaku," kata
Sin Liong, dan mukanya menjadi merah. Dia maklum bahwa Soan Cu seorang dara
remaja yang berhati polos dan wajar,
maka di depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan
memegang kedua tangannya begitu saja.
Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah
melihat betapa Swat Hong membuang muka
dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu
membalikan tubuh dan berlari pergi!
Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan
teliti dan hati-hati Sin Liong
melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu,
kemudian dia mencarikan obat penawarnya
dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga, atau
buah yang berkhasiat sebagai penawar
racun-racun itu. Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya
mencarikan bahan-bahan obat itu dan
setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.
</P>
<P>
Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau
Neraka merasa berterima kasih sekali kepada Sin Liong, apalagi setelah
terbukti banyak penghuni yang sembuh
dari penderitaan penyakit akibat keracunan setelah menggunakan obat-obat
seperti yang ditunjuk oleh pemuda itu.
Dia dianggap sebagai seorang dewa penolong mereka dan diperlakukan
dengan sikap penuh hormat. Setelah
"terpaksa" tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat
Hong
mendapatkan kenyataan bahwa Soan Cu
adalah seorang remaja yang benar-benar tulus, jujur dan wajar sehingga
mudah saja di antara mereka terjalin
persahabatan yang akrab. bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan
terangterangan tanpa dibuat-buat dan
tanpa usaha menarik hati Sin Liong menyatakan suka dan cintanya kepada Sin
Liong, Swat Hong menyambut pernyataan itu
dengan hati terharu. Diam-diam menaruh hati kasihan kepada dara Pulau
Neraka ini karena dia tahu bahwa hati
suhengnya itu jauh daripada cinta! Suhengnya belum pernah mengacuhkan
tentang hubungan di antara mereka, juga
suhengnya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu.
Dianggapnya suhengnya itu terlalu
"dingin" dan sudah seringkali dia sendiri merasa kecewa melihat
suhengnya
sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat!
Padahal dia sendiri belum yakin apakah dia mencintai suhengnya,
sungguhpun dia merasa suka sekali
kepada pemuda itu namun sebagai seorang dara remaja, tentu saja dia merasa
tidak puas menyaksikan sikap pemuda
yang "dingin" saja terhadapnya. Sebagai seorang wanita muda yang
sehat dan
normal, tentu saja Swat Hong juga ingin
agar semua orang, terutama kaum pria, memandangnya dengan kagum dan
suka, bahkan dia pun seperti semua
wanita di dunia ini agaknya, akan merasa bangga kalau semua orang laki-laki
jatuh cinta kepadanya! Hari
keberangkatan mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan Swat
Hong
diantar oleh semua penghuni Pulau
Neraka sampai ke pantai, dimana telah tersedia sebuah perahu yang lengkap
dengan layar, dayung,dan bekal makanan.
Soan Cu mengantar dengan mata berlinang air mata. Semenjak tadi dara
ini menangis, bahkan rewel kepada
kakeknya hendak ikut pergi bersama Sin Liong dan Swat Hong. "Hushhh,
apakah
kau gila?" demikian kakeknya
menjawab. "Kau hendak ikut ke Pulau Es? tidak tahukah kau bahwa semua
penghuni
Pulau Neraka dilarang menginjakan kaki
ke Pulau Es? Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai
seorang pelanggar hukum!" Juga Sin
Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri sedang
menghadapi malapetaka, bahkan dia
bersama suhengnya sedang berusaha mencari ibunya. Selama tiga bulan ini, Ouw
Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya
untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau
kosong di sekitar Pulau Neraka, namun
hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni Pulau Neraka yang
mencari itu tidak berani terlalu
mendekat Pulau Es. Setelah perahu yang ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong
pergi Jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya
menangis. "Kong-kong, akupun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi
tinggal lebih lama di Pulau Neraka
tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku,
seperti Swat Hong yang pergi mencari
ibunya!" Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan
menggandeng cucunya yang tercinta itu
kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir sekali karena dia
tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa
dan telah tergoda oleh cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal
lebih lama di Pulau Neraka. Dia maklum
bahwa agaknya takan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan
pulau dan kalau hal yang dikhawatirkan itu
terjadi, apalagi artinya hidup baginya di pulau itu? Puteranya telah
lenyap dan satu-satunya orang yang
selamanya ini membuat hidupnya berarti hanyalah Soan Cu. Ketika perahu
mereka mendarat di Pulau Es, Sin Liong
dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka sudah
menjelajahi seluruh pulau di sekitar
Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong, namun sia-sia belaka. Akhirnya
mereka mengambil keputusan untuk kembali
ke Pulau Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali
ke Pulau Es. "Bagaimana kalau ibu
tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku telah melanggar janjiku
untuk mewakili ibu yang dibuang ke
Pulau Neraka?" Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah
mendekati
Pulau Es. "Jangan khawatir, Sumoi.
Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun marahnya, aku percaya bahwa suhu
akan dapat memaafkanmu. Aku percaya
akan kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...."
"Tapi
dia telah terkena racun yang hebat,
racun yang seratus kali lebih kejam daripada racun yang paling jahat di
pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan
mulut wanita jahat itu..." "Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan
dengan menyangka yang bukan-bukan.
Sudalah, kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal
yang belum terjadi. Singkirkan saja
kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun
yang akan terjadi, aku tidak akan
membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa
kita berdua." "Suheng...
betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?" "Tentu saja,
Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekalipun?"
"Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai
kesalahan apa
pun." "Kalau begitu, aku
menjadi besar hati, Suheng. mari kita mendarat." Makin tegang hatinya dan
juga
terheran-heran ketika dia melihat betapa
beberapa orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera
berlari pergi menuju ke tengah pulau,
bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya memanggil mereka. Makin
tidak enak mereka, namun dengan tenang
Sin Liong mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah
pulau itu, menemui Raja Han Ti Ong dan
bertanya tentang Liu Bwee. Tak lama kemudian, keduanya berhenti
tiba-tiba ketika melihat raja itu
sendiri berlari-laridatang bersama permaisuri dan pembantu-pembantu yang
terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa
girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang
menyambutnya dengan girang melihat di
pulang. Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba di depan
mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan
telujuknya ke arah mereka sambil membentak, "Manusia-manusia
rendah! kalian masih berani menginjakan
kaki di Pulau Es? Membikin kotor pulau ini? keparat!"
"Ayah...!!"
"Suhu...!!" "Plak! Plak!!"
Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan kecepatan
kilat telah menampar mereka. Dengan
alis berdiri Raja Han Ti Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah
muka dua orang muda yang menjadi kaget
setengah mati dan merangkak bangun itu. "Jangan sebut aku Ayah dan Suhu!
Kalian berdua telah minggat dengan
diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga Han!
Masih berani datang dan menyebut Ayah
dan Suhu kepadaku? Huh!!" "Ayahhhh....apa...apa yang terjadi....?
Mana
Ibuku...?" "Ibumu seorang
yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!"
"Ayah...!" "Diam! Dan
minggat engkau dari sini sebelum
kubunuh!" "Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak
berdosa...!" Swat Hong
yang berlutut itu menangis
sesungguhnya. "Bagus! Kau minta mati?" "Suhu...!" Suara Sin
Liong ini mengandung
wibawa sedemikian hebatnya sehingga Han
Ti Ong sendiri sampai terkejut menghentikan langkahnya yang hendak
menghampiri puterinya. Sepasang mata
Sin Liong mengeluarkan sinar yang luar biasa dan sejenak Ha Ti Ong
ragu-ragu. Teringatlah dia akan keadaan
dahulu ketika anak ajaib ini menyuruhnya menolong The Kwat lin,
menyuruhnya berhenti untuk menguburkan
mayat-mayat. Seperti itu pula kekuatan mujijat yang keluar dari sepasang
mata itu. Sepasang mata yang sedikitpun
tidak membayangkan takut, atau marah, atau kekerasan, hanya
membayangkan kelembutan yang
mengharukan. "Suhu, harap suhu bersabar dulu. Menjatuhkan hukuman tanpa
memberitahu kesalahan orang, sungguh
tidak adil sekali, sungguhpun Sumoi adalah puteri Suhu sendiri." Bangkit
kembali marah Han Ti Ong. "Sin
Liong, bagus perbuatanmu, ya? Kau masih berpura-pura lagi? Dia pergi tanpa
pamit, hal itu masih belum apa-apa,
akan tetapi dia pergi lalu kau susul, bersamamu pergi sampai
berbulan-bulan, pantaskah itu? Kalian
tidak tahu malu, dan menodakan nama baik keluarga KerajaanHan!" Diam-diam
Sin Liong terheran. mengapa suhunya
berubah seperti ini? Tentu saja dia tidak tahu betapa para keluarga yang
membenci Liu Bwee telah menggunakan
kesempatan selagi terjadi peristiwa penghukuman atas diri Liu Bwee itu
untuk membakar hati raja ini, terutama
sekali melalui mulut permaisuri! "Ayah, jangan menuduh yang bukan-bukan.
Aku memang pergi dan bertemu dengan
suheng, akan tetapi apakah salahnya dengan itu?" "Hemm, apa,
salahnya, ya?
Tidak salahkah kalau seorang pemuda dan
seorang dara berdua saja sampai hampir setengah tahun lamanya?
Mingkinkah tidak akan terjadi apa-apa
antara kalian, di tempat sunyi, hanya berdua saja! Hem...hemmm... siapa
percaya tidak akan terjadi apa-apa yang
kotor?" ucapan ini keluar dari mulut permaisuri, The Kwat Lin yang
tersenyum mengejek. "Ibu, kalau
Enci Hong dan Suheng melakukan hubungan gelap, kawinkan saja mereka, mengapa
ributribut?" Tiba-tiba Bu Ong,
putera raja yang baru berusia kurang lebih delapan tahun itu, berkata dengan
suara nyaring. "Hussshhh! Tutup
mulutmu!" Kwat Lin membentak puteranya yang segera cemberut, tapi
memandang
kepada Swat Hong dan Sin Liong dengan
pandang mata mengejek. Hampit saja Swat Hong tak dapat percaya akan apa
yang didengarnya. Ayah dan ibu tirinya
menuduh dia berjinah dengan Sin Liong! Dengan dada sesak dan kemarahan
yang meluap-luap, Swat Hong lupa diri
dan meloncat bangun, menjerit dengan kata-kata yang seperti dilontarkan
kepada ayahnya, "Ayah! Mengapa ada
fitnah sekeji ini? Ayah, insyaflah, Ayah telah dikelabui, Ayah telah mabuk
oleh rayuan..." "Plak!
Desss!!" Tubuh Swat Hong terlempar dan terguling-guling ketika terkena
tamparan dan
pukulan tangan ayahnya sendiri.
"Suhu, ini tidak adil sama sekali!" "Plak! Desss!!!" Tubuh
Sin Liong juga
terjungkal, Akan teapi pemuda ini sudah
meloncat bangun kembali. Sedikit pun tidak merasa takut, bahkan kini
dia memandang tajam kepada Han Ti Ong.
"Suhu, andaikata Suhu memukul tee-cu sampai mati sekalipun, suah
sepatutnya karena karena tee-cu
hanyalah seorang murid yang telah menerima banyak kebaikan dari Suhu dan tee-cu
rela membalasnya dengan nyawa. Akan
tetap, Sumoi adalah puteri Suhu sendiri, darah daging suhu sendiri! Mengapa
Suhu begitu tega? Di manakah rasa kasih
di hati Suhu?" "Keparat!" Han Ti Ong memaki dengan suara gemetar
saking
marahnya. Melihat betapa Sin Liong
berani menantangnya untuk membela Swat Hong makin besar kepercayaannya akan
desas-desus bahwa puterinya main gila
dengan muridnya ini. "Kau mau memberi kuliah kepadaku? Kalau dia orang
lain, aku tidak akan perduli apa yang
dilakukannya. Justru karena dia anaku dan aku cinta kepada anakku, maka
aku perlu mengajarnya!"
"Hemmm, begitulah cinta di hati Suhu? Cinta suhu siap untuk berubah
menjadi kemarahan,
kebencian yang meluap karena Suhu
merasa bahwa puteri Suhu tidak menyenangkan hati suhu? itu bukan cinta, Suhu!
Suhu hanya mementingkan diri sendiri,
kalau disenangkan hati Suhu, biar orang lain sekalipun akan Suhu
perlakukan dengan baik, akan tetapi
kalau hati Suhu dikecewakan, biar anak sendiri akan dibunuh!"
"Plak-plak!
Dess...!" Kembali tubuh Sin Liong
terjungkal dan kini darah mengucur dari mulut dan hidungnya. "Suheng...!
Ahhh, Ayah... Jangan...!" Swat
Hong sudah meloncat ke depan dan menubruk suhengnya. "Anak durhaka, murid
murtad! Dess!" kini Swat Hong yang
mengeluh dan terjungkal terkena tendangan ayahnya yang sedang marah itu.
Masih untung bagi mereka berdua bahwa
Han Ti Ong hanya berniat mengajar dan menghukum, kalau berniat membunuh,
tentu mereka sudah tak benyawa lagi.
Saking marahnya, biarpun melihat murid dan puterinya sudah beberapa kali
dihantam dan ditendangnya sampai mulut
dan hidung mengeluarkan darah dan muka mereka bengkak-bengkak, Han Ti
Ong masih saja menghajar mereka.
"Ongya, harap ampunkan mereka...." Tiba-tiba beberapa orang pembantu
utama
berlutut di depan Raja yang marah ini
dan menyabarkan hatinya. Han Ti Ong berdiri dengan napas terengah-engah,
mata terbelalak dan muka merah sekali.
dia menjadi hampir putus napasnya saking marahnya. "Hemmm, mereka ini
bocah-bocah kurang ajar yang layak
dibunuh!" katanya. "Ongya, sejak dahulu belum pernah ada hukuman
dilaksanakan tanpa diadili lebih dulu,
harap Ongya ingat akan keadilan Kerajaan Pulau Es yang sudah terkenal
semenjak ratusan tahun," kata
seorang pembantu yang sudah berusia lanjut. Han Ti Ong menghela napas panjang
dan
dia teringat. Sebetulnya, dia sedang
berada dalam keadaan duka dan kecewa. duka mengingat akan istrinya, Liu
Bwee, yang kini menimbulkan penyesalan
di dalam hatinya karena dia pun mulai meragukan kesalahan istrinya itu.
Kecewa karena serangkaian peristiwa
yang tidak menyenangkan hatinya, mengganggu ketentraman hidupnya di Pulau
Es. "Anak durhaka, untung engkau
belum kubunuh! Kau boleh membela diri, kalau memang masih ada yang akan kau
katakan!" Dengan tubuh sakit-sakit
dan hampir pingsan, Sin Liong masih dapat membantu Sumoinya, bangkit duduk,
bahkan tidak memperdulikan keadaan
dirinya sendiri, dia menyusuti peluh, air mata dan darah dari muka sumoinya,
kemudian menarik sumoinya untuk
berlutut di depan raja yang sedang marah itu. "Sumoi, laporkanlah semuanya
kepada Suhu..." bisiknya.
"Apa gunanya? Biarlah aku dibunuh! Biarlah, Ibu lenyap tak berbekas dan
akan
dibunuhnya... tentu akan puas
hatinya...hu-hi-huuuuukkk...." Swat Hong menangis terisak-isak. Melihat
keadaan
puterinya ini, tersentuh juga rasa hati
Raja Han Ti Ong. "Sin Liong, hayo ceritakan apa yang terjadi! kami
semua menuduh kalian berdua selama
berbulan-bulan dan tentu kalain telah melakukan perbuatan yang tidak
senonoh. Mengakulah! Awas, kalau kau
membohonng, akan kubunuh kau sekarang juga!" "Suhu boleh membunuh
teecu
kalau teecu berbohong. Bahkan kalau
teecu tidak membohong sekalipun, teecu menyerahkan nyawa teecu kepada suhu.
Sebetulnya, ketika melihat sumoi pergi
membuang diri ke Pulau Neraka dan melihat Subo juga pergi, teecu merasa
kasihan dan berkhawatir sekali. Maka
teecu diam-diam lalu mengejar dan menyusul ke Pulau Neraka." kemudian
dengan panjang lebar dan jelas Sin
Liong menceritakan semua pengalaman mereka di Pulau Neraka dan mengapa
mereka sampai berbulan-bulan berada di
pulau itu. Berkerut Raja Han Ti Ong. Di lubuk hatinya, dia percaya
kepada muridnya ini. Tidak ada seorang
pun di dunia ini yang dapat membohong dengan sikap seperti yang
diperlihatkan muridnya. Tidak, tentu
muridnya tidak berbohong. Akan tetapi hatinya masih marah dan ia makin
marah ketika mendengar betapa Pulau
Neraka telah berani menahan puterinya sebagai sandera! "Swat Hong!
Benarkah
cerita Sin Liong?" bentaknya
kepada dara yang masih menangis sesenggukan itu. "Apa gunanya Ayah bertanya
kepadaku? Lebih baik Ayah menyelidiki
sendiri ke Pulau Neraka. Kalau aku dan suheng berbohong, boleh bunuh
seribu kali juga tidak apa."
Memang sejak dahulu Swat Hong bersikap manja kepada ayah bundanya, pula dia
memiliki watak keras, tidak takut mati,
maka dalam keadaan seperti itu pun dia bersikap berani dan menantang!
"Siapkan pasukan, tiga puluh orang
untuk ikut bersamaku ke Pulau Neraka!" Raja itu memerintah kepada
pembantunya dengan suara marah dan pada
hari itu juga dia berangkat bersama tiga puluh orang pasukan menuju ke
Pulau Neraka! Dapat dibayangkan betapa
gagetnya para penghuni Pulau Neraka ketika diserbu oleh pasukan Pulau Es
yang dipimpin Oleh Raja Han Ti Ong
sendiri! Ouw Kong Ek sendiri yang maju dan berusaha melawan, dalam belasan
jurus saja telah dirobohkan dan dipaksa
menceritakan apa yang terjadi ketika puteri Raja Pulau Es itu berada di
Pulau Neraka. Dengan kebencian dan
dendam yang makin mendalam, Ouw Kong Ek menceritakaan keadaan sebenarnya,
tepat seperti yang telah didengar oleh
Han Ti Ong dari mulut Sin Liong. Maka mulailah raja ini merasa menyesal
mengapa dia telah terburu nafsu
menghajar, bahkan hampir saja membunuh Sin Liong dan Swat Hong yang sebetulnya
tidak berdosa. Mulailah dia teringat
bahwa kemarahanya itu timbul karena bujukan dan kata-kata yang membakar
dari permaisurinya. Dia menjadi marah
sekali dan kemarahannya itu dilampiaskannya di Pulau Neraka. Pulau itu
diobrak-abrik, sebagai hukuman telah
berani menahan puterinya. Bahkan kitab catatan Sin Liong tentang racun dan
pengobatanya, dihancurkan dan
dibakarnya! Setelah puas melampiaskan kemarahanya, Han Ti Ong memimpin
pasukannya
meninggalkan Pulau Neraka, meninggalkan para
penghuni yang banyak menderita luka lahir batin itu dan Raja ini
telah menanamkan dendam yang makin
menghebat di dalam hati para penghuni Pulau Neraka. Sepekan kemudian,
barulah rombongan Han Ti Ong tiba
kembali di Pulau Es dan wajah Raja ini seketika pucat setelah dia mendengar
berita yang lebih hebat dan mengejutkan
lagi, yaitu bahwa sehari setelah dia dan pasukanya berangkat,
permaisuri dan pangeran telah pergi
meninggalkan Pulau Es! Dan belum pulang . Makin terpukul lagi bathin Raja
Han Ti Ong ketika dia mendapat
kenyataan bahwa kitab-kitab pusaka Pulau Es telah lenyap, berikut banyak harta
benda berupa mas dan permata yang
disimpan didalam kamarnya! Hampir saja dia roboh pingsan mendapat kenyataan
bahwa permaisurinya, The Kwat Lin,
gadis yang ditolongnya itu, ternyata telah berkhianat! "Mengapa tidak
kalian
larang mereka pergi? Mengapa? Sin
Liong, engkau muridku, mengapa engkau mendiamkan saja pergi membawa
pusaka-pusaka kita?" dalam bingung
dan marahnya dia menegur Sin Liong. "Suhu, Subo pergi hanya memberi tahu
bahwa Subo bersama Sute hendak menyusul
ke Pulau Neraka. Siapa yang berani menghalangi Subo? Kami semua tidak
ada yang mengira bahwa Subo tak kan
kembali, dan tidak ada yang tahu bahwa Subo membawa sesuatu, harap maafkan
teecu." Han Ti Ong
membanting-banting kakinya, lalu berlari memasuki kembali istana setelah tadi
dia memeriksa
BUKEK SIANSU : Seri Kelima - Lanjutan Seri Keempat
dan melihat kehilangan pusaka Pulau Es.
Ketika dia memanggil dua orang muda menghadap, Sin Liong dan Swat Hong
melihat perubahan hebat terjadi pada
diri raja sakti ini. wajahnya menjadi suram dan gelap, sepasang mata yang
biasanya bersinar dan berpengaruh itu,
menjadi redup seperti lampu kekurangan minyak. Dan rambut yang tadinya
hanya sedikit putihnya, mendadak
berubah hampir seluruhnya, dan suaranya tidak bersemangat ketika berkata,
"Sin
Long..., Swat Hong..., kalian ampunkan
aku..." "Suhu...!" Sin Liong berlutut dan menundukan muka.
"Ayah...
jangan berkata begitu Ayah...!"
Swat Hong meloncat menubruknya. Ayah dan anak itu saling rangkulan dan Sin
Liong makin menundukan mukanya ketika
mendengar suhunya menangis mengguguk seperti anak kecil ! Setelah Han Ti
Ong dapat menguasai kembali hatinya dia
mencium dahi puterinya dan menyuruhnya duduk kembali. Swat Hong
menyusuti air matanya dan berlutut di
dekat Sin Liong. "Aku telah bedosa. Sekarang baru aku tahu...aku telah
berdosa. Mungkin sekali... tidak, aku
yakin sekarang, bahwa ibu Swat Hong tidak bersalah apa-apa, hanya terkena
fitnah... aih, apa yang telah
kulakukan? Dan aku hampir saja membunuhmu, Sin Liong, dan kau Swat Hong anaku.
Orang macam apa aku ini? Dan aku
mengaku cinta kepada anakku? Huh, huh, engkau benar, Sin Liong. Tidak ada
`
0 comments:
Post a Comment